JIRANKU

November 5, 2008

Pengantar.

Tulisan JIRANKU ini saya tulis pada Dzulhijjah 1426 H, dari apa yang ada dalam ingatanku saja, tanpa bertanya dengan sana sini. Dan kemudian saya e-mailkan ke keluargaku.

Karena tulisan aslinya cukup panjang, maka saya mutilasi menjadi 7 [tujuh] bagian, biar tidak bosan membacanya.

Sekarang, menjelang Dzulhijjah 1429 H, akan saya punggah satu-persatu, sehingga akan khatam dalam seminggu.

Insya Allah, setelah penutup nanti, yang berupa komentar akan ada pemutakhiran dari cerita ini, seiring dengan perkembangan selama 3 [tiga] tahun terakhir ini.

Tambahan komentar dan pelurusan yang bengkok atau pengilapan yang buram, sangatlah diharapkan dari pengunjung Ongkek Suling.

Salam

Saifuddien Sjaaf Maskoen

4 November 2008

PERISTIWA EMAS

Maret 17, 2013

 

Hari itu, adalah hari Minggu, tidak mengingat tanggal berapa dan bulan berapa bahkan juga tahunnya. Hanya ingat saya masih sekolah di Surabaya anmtara 1961-1964 tentunya. Sebagaimana sering kami lakukan, walau sehari-hari bersekolah di Surabaya [STM Negeri, Jalan Patuha 26, dan tinggal juga di Surabaya [kost di kediaman Bapak Hasan, Jalan Kranggan 158], di hari itu juga masih pergi ke Surabaya, bersama Bestari dan Asad serta Husni Thamrin, rupanya bukan nonton bioskop, yang sesudahnya biasanya makan rujak cingur di Genteng, atau Soto Sulung yang ada di rumah makan es Shanghai di samping bioskop Indra.

Yang kuingat kala itu, sarana transportasi antar kota – baik yang dekat apalagi yang jauh – masihsangat terbatas. Dan ayahnya Bestari – H. Fr. Alwi Isa – akan bepergian ke Jakarta dengan menggunakan kereta BIMA [Biru Malam] yang untuk mendapatkan karcisnya juga agak sulit, dan seperti yang berlaku saat itu, akan lebih mudah diperoleh dengan menggunakan fasilitas pejabat, apalagi pejabat militer. Rupanya, karena itu kami pergi ke rumah dinas [mungkin] Dan Rem yang ada di sebelah Kantor Polisi Lalu Lintas, Ngemplak, karena rupanya kedua beliau saling berteman semenjak masa mudanya. Dan setelah memperoleh surat pengantar dari beliau, kami menuju ke Stasiun Semut untuk mengambil karcis buat perjalanan malam nanti. Jadi mungkin ya itu tujuan ke Surabaya tersebut.

Saat itu parkir mobil di Setasiun Semut masih bisa dilakukan di tepi jalan, bahkan tidak harus parkir paralel pula, karena memang tidak banyak kendaraan yang memerlukannya sperti sekarang ini. Ketika kembali ke mobil, kami mendapati lapisan tipis bu di bagian atap mobil VW Kodok yang relatif rendah. Dan saya berteriak “Udan awu, udan awu” karena begitu terkesima, belum pernah mengalami seumur umur [yang baru 17 tahunan], maklum arek pesisir jauh dari gunung api. Sampai-sampai, saya mengambil kertas dan mengumpulkan abu yang masih tipis menutupi atas mobil untuk saya bungkus buat kenangan.

Rupanya teriakanku tadi, menarik perhatian seorang petugas kepolisian yang kemudian mendatangi kami, dan menegur agar tidak membuat kehebohan bagi masyarakat. Tetapi setelah kami tunjukkan demu yang ada, dan kemudian dia memperhatikan sekeliling, malah berterima kasih. Rupanya sinar matahari yang tidak seberap aterng siang itu, buan karena awan mendung pembawa hujan, tetapi tertutup oleh abu yang tipis.

Kami tidak tahu abu dari gunung mana, karena pemberitaan di kala itu tidaklah seperti sekarang. Dan hari-hari sebelumnya juga tidak ada berita bahwa ada gunung yang akan meletus atau sedang aktif, sebagaimana pemberitaan pada saat ini. Jangan samakan keadaan sekarang, dengan keadaan 50 tahun silam.

Perjalanan kembali ke Gresik yang berjarak 18 km hanya memerlukan waktu berap alikur menit saja, masih lebih cepat dari lewat jalan tol saat ini. Dan rupanya abu juga turun sampai ke Gresik walau sama-sama masih belum terlalu lebat. Dan di Gedung Nasional, sat itu sedang ada acara perayaan pernikahan.

Ibu-ibu yang menghadiri acara pernikahan Ir. Moch. Soeyoethi dengan Chudaifah Basuni [Cak Mamak dan mBak If] baru saja usai, atau ibu-ibu pulang lebih cepat setelah mengetahui kalau ada hujan abu. Di Gresik, undangan pernikahan pada masa itu, terpisah antara lelaki dan perempuan, dan diselenggarakan oleh masing-masing keluarga pengantin pria dan wanita. Sehingga kalau kedua pengantin berasal dari Gresik, dan sama-sama kita mengenalnya, maka bisa menghadiri empat acara untuk sepasang pengantin. Apalagi bila ada resepsi pernikahan, yang dihadiri oleh pria dan wanita secara bersama-sama. Jadi 5 undangan.

Mungkin pernikahannya sudah dilangsungkan beberapa hari sebelumnya, biasanya pada hari Jumat sepulang shalat Jumat atau malam hari sehabis maghrib. Tetapi ternyata, menurut yang disampaikan oleh Cak Mamak [dalam suatu pembicaraan di mobil pada akhir tahun 2011] bahwa pernikahannya sendiri sudah dilakukan setahun sebelumnya, pada tanggal kalender Gregorian yang sama.

Ternyata hujan abu terus berlangsung, dan semakin sore semakin tebal debu yang mengendap di jalanan dan di atap-atap rumah. Apa yang saya kumpulkan sedikit tadi, sudahlah tidak berarti lagi, karena jumlah yang sangat besar bisa diperoleh dengan mudah di jalanan atau halaman. Dan ternyata dari berita radio – tentunya Radio Republik Indonesia studio Surabaya, bahwa gunung yang meletus adalah Gunung Agung di pulau Bali.

Dari internet kemudian saya ketahui, bahwa kejadian itu adalah pada hari Minggu 17 Maret 1963, 21 Syawaal 1382 H, yang berarti tahun ini sudah lima puluh tahun beralu. Peringatan Emas, bila itu suatu peristiwa pernikahan anak manusia.

Keesokan harinya, ketika matahari belum terbit, sudah harus melangkahkan kaki  diatas timbunan debu yang mencapai satu atau dua sentimeter, menuju stasiu kereta api yang tidak seberap ajauh dari rumah, untuk kembali ke Surabaya guna bersekolah seperti biasa. Di dalam gerbong kereta, tidaklah seberapa terpengaruh oleh keadaan di luar, tetapi sesampainya di Stasiun Pasar Turi, dan melangkahkan kaki lewat Jalan Semarang menuju ke Kranggan, mulailah terasa pengaruh debu yang beterbangan.

Masker penutup hidung belumlah dikenal oleh masyarakat pada waktu itu, beda dengan sekarang, ada sedikit saja ancaman pernafasan sudah ribut dengan pembagian masker. Kalau tidak ada, pemerintah dimaki-maki.

Keadaan jalanan yang lalu lintasnya ramai, kebanyakan debu sudah berterbangan karena kendaraan yang melaju di jalan, dan menumpuk di sisi-sisi jalan, genting dan halaman rumah. Dan ternyata, sesampainya di sekolah, setelah menunggu seberapa waktu diumumkan bahwa sekolah diliburkan. Jadilah kembali pulang lagi ke Gresik. Sama-sama berdebunya, lebih baik di rumah sendiri.

Begitulah kissah 50 tahun silam, dan itu merupakan pengalaman pertama dan yang paling besar terkena hujan abu. Dari Gunung Agung yang letakya jauh dan melintasi lautan [selat] pula. Walau mengalami muntahan abu Gunung Galunggung, ketika tinggal di Bandung/Jakarta, tetapi tidaklah sedahsyat yang lima puluh tahun silam. Antara lain karena Gunung Galunggung mengikuti pola kerja sebagian masyarakatnya, sebagai tukang kredit.

Saifuddien Sjaaf Maskoen

17 Maret 2013

PENANTANG TERAKHIR

Maret 17, 2013

Seperti biasanya, saya sering melakukan kegiatan di depan komputer sambil mendengarkan acara televisi [he he, biasanya kalau televisi kan menonton ya]. Karena memang utamanya mendengarkan, karena matanya lebih tertuju ke keyboard atau layar monitor, kalau ke layar televisi maka tentu gerakan tarian jari-jemaritangannya akan terhenti. Baru kalau ada yang menarik, maka ditoleh televisinya. Cara menonton televisi yang sambil lalu, karena yang ditonton umumnya acara berita dan olah raga. Kalau berita kan wajahnya itu-itu saja, sampai misalnya ketemu orangnya di dunia nyata insya Allah akan mampu mengenalinya, kecuali yang wajahnya sengaja ditutupi layaknya ninja [misalnya Neneng isteri Nazaruddin]. Kalau acara olah raga, kan biasanya setelah tepuk tangan – sebagai indikasi ada sesuatu yang menarik – maka akan ada tayangan ulang. Atau kalau keadaannya sudah kritis [misalnya skore akan gim], barulah dilihat sebentar. Kesemua itu memungkinkan, karena layar monitor komputer dan layar televisi membuat sudut 90 derajat. Mau meniru? Sila coba.

Dan tentu anda sudah menduga, saya tadi mendengarkan acara di televisi yang dilangsungkan setiap malam Ahad antara jam 19:05 – 20:00, yang kali ini menampilkan par apelaut senior, yang kesemuanya bersebutan Kapten [walau kapten, itu adalah jabatan yang paling tinggi di kapal atau pesawat terbang sipil] dengan empat strip di pundaknya. Beda dengan kapten di ketentaraan yang di pundaknya hanya ada tiga strip saja. Dan sudah tua-tua lagi, apalagi ditambah lelaki semua. Cukup didengarkan salah-benarnya saja.

Dan ketika awal acara, entah sedang apa, saya tidak melihat saat diperkenalkannya semua peserta tersebut, juga ketika tahap menjawab pertanyaan bersama, mungkin sedang asyik menatap layar monitor, karena sedang asyik “membaca” suatu kutipan artikel dari koran daerah yang tidak saya mengerti bahasanya, yang diterbitkan lebih dari tiga perempat [¾] abad silam, yang terdiri dari empat bagian yang dimuat empat hari berturut-turut dan bahkan bagian yang pertama merupakan head-line. [insya Allah nanti akan saya sampaikan juga ceritanya].

Tetapi ketika Helmi Yahya menyebut suatu nama, ketika nama tersebut dipilih untuk disingkirkan bila jawaban yang di center-stage ternyata benar, otakku segera bereaksi untuk menggerakkan otot-otot leher guna menoleh ke layar televisi. Dan setelah mata dan image memory system yang ada di benakku memastikan sosok wajah yang ada di layar, secara reflek pula otot-ototku berteriak memanggil isteriku yang sedang beres-beres barang yang baru dibongkar dari kapal, sehingga rumah betul-betul seperti kapal pecah, tidak muat menampungnya.

Tentulah nama yang disebut Helmy Yahya itu memiliki sifat istimewa dalam sistem memori di otakku, sehingga menimbulkan tindak ikutan yang saya sebutkan tadi. Tetapi, tentu anda bertanya, walau dari kota kelahiranku memang banyak pelaut – bahkan dari sejak zaman dahulu kala –  tetapi adakah seorang pelaut yang bersebutan Kapten yang saya kenal? Memang ada, dan bahkan banyak. Itu yang mungkin di luar dugaan anda. Yang dari Gresik ada, yang bernama Cap. Masduqon – yang saya sendiri baru mengenal beliau dalam berbagai pertemuan keluarga asal Gresik di Jakarta ini, walau sepertinya beliau sudah tidak berlayar lagi sejak beberapa tahun silam. Tetapi bukan Cak Dukon yang menyebabkan aku bereaksi

Nama itu tidak lain adalah August Hutabarat, salah seorang dari beberapa orang yang kukenal, yang semula adalah perwira-perwira di kapal, ada yang sebelumnya KKM [Kepala Kamar Mesin], Mualim, dan juga Nakhoda, yang kesemuanya adalah lulusan dari Akademi Ilmu Pelayaran di Ancol. Saya mulai mengenal mereka, tepat empat puluh tahun silam. Ya, betul, tepat, karena di bulan Maret juga mulainya. Ada pak Soeroso, Pak Djamal Terminal [karena ada juga yang disebut sebagai Pak Djamal Penguasa], Pak Jafii, Pak Wijono, Pak Sulijo, Pak Chamid, Mas Hamid, dan Pak August Hutabarat, yang kesemuanya – empat pukuh tahun silam – sudah berada di darat kecuali yang Mas Hamid masih berfungsi sebagai Nakhoda Kapal kelas Adi. Dan yang satu ini, August Hutabarat, memang memiliki keistimewaan dalam perkenalannya, dengan saya.

Perkenalanku dengannya, termasuk tergolong yang pertama-tama di Kalianget, yaitu pagi hari pertamaku di Kalianget setelah malam sebelumnya baru tiba dari Gresik. Saat itu saya dihadapkan dengan Direksi PN GARAM, dan kebetulan dia ada di sana. Ketika berkenalan, aku tersenyum – yang merupakan representasi dari apa yang sedang aku fikirkan. Rupanya dia menangkap senyumanku tersebut. Dan kami termasuk yang cukup dekat baik karena hubungan kerja dalam tim maupun dalam keseharian, karena sifatnya yang periang dan sangat bersahabat.

Berapa tahun berlalu setelah saya keluar dari PN Garam, kami sempat bertemu lagi di Kalianget ketika saya bersama Pinayungan mengunjungi Pondok Pesantren Al-Amin atas anjuran kyainya Pondok Modern Gontor, sebagai bagian dari kegiatan CSR [waktu itu namanya belum begitu] PT ADHI KARYA. Dan disitulah, Pak Hutabarat menyampaikan apa yang rupanya selama itu disimpannya.

Ketika itu kami bersama teman-teman lama, seperti Pak Muljono, Mas Purbiantoro, Sukamto , “Sjaaf, kamu masih ingat pertama kali kita berkenalan, diperkenalkan oleh Pak Wondo, di ruangan Direksi?” tanyanya, dan saya jawab “Ya, mengapa Pak?” jawabku balik.

“Kamu ketika berjabatan tangan, koq tersenyum agak aneh”, yang langsung saja saya tanggapi dengan tertawa lebar. “Masih ingat ya, dan rupanya selama ini disimpan terus teka-teki tersebut ya”. Dan kami semua tertawa lebar, seperti halnya dahulu ketika masih bersama-sama.

“Terus terang, saat itu aku terperangah. Betapa tidak, jauh-jauh sampai di ujungnya pulau Madura, orang yang kukenal pertama-tama koq Hutabarat, dan bukannya yang lain“. Dan tertawa kami semua pun meledak berderai-derai. “Kalau di Jakarta, Bandung, atau bahkan di Surabaya berkenalan dengan orang Batak, mungkin sudah biasa” tambahku pula. “Jadi selama ini, belasan tahun hal itu jadi pertanyaan di Pak Hutabarat? Saya pikir Pak Hutabarat tidak memperhatikan. Ternyata jadi pertanyaan yang dipendam selama bertahun-tahun.”

Gerakan ekspresi dari tubuh kita – yang juga disebut sebagai “bahasa tubuh” memang mempunyai kekuatan yang melebihi kata-kata yang kita ucapkan. Dan bahasa tubuh itu sepertinya akan keluar begitu saja, tanpa banyak dipengaruhi oleh pemikiran kit. Dan bila kita mengelolanya, kemudian ada yang bilang sebagai jaim, alias “jaga image”, terutama bila kurang baik mengelolanya, sehingga kaku.

Walau hanya sebentar kami sempat melepas rindu dengan Pak Hutabarat, yang sudah hampir dua puluh lebih tahun tidak pernah berjumpa lagi dengannya, di saat itu.

Memang ternyata banyak putra Batak yang berkarya di PN Garam, yang umumya memulai karirnya di cabang perniagaan Medan, dan lalu ada beberapa yang dipindahkan sampai ke Kalianget, sebagai pusat operasinya. Bahkan ada yang sudah beranak pinak di Kalianget, dan sudah “kehilangan ciri khasnya” kecuali nama marga yang disandangnya, Siregar.

Rupanya, walau dia masih bertugas di Kalianget, keluarganya sudah lebih dahulu hijrah ke Jakarta. Karena sewaktu kami masih tinggal di Setiabudi antara 1982-1985, kami sempat beberapa kali berjumpa dengan keluarganya yang juga tinggal di Setiabudi, dan isterinya yang asisten apoteker bekerja juga di Apotik Setiabudi yang ada di dekat rumah kediaman ibu Marlya Hardi. Tetapi setelah kepindahan kami ke Attahiriyah, tidak sempat lagi bertatap muka dengan mereka.

Semalam, kami sempat pangling, karena baru kali ini melihatnya mengenakan pakaian kebesarannya, putih-putih dengan tanda pangkat di pundaknya. Jauh lebih gagah dibanding dahulu, yang lebih banyak mengenakan celana pendek bermotif a’la Hawai ketika di luar kerja, tetapi gaya jalannya masih tetap seperti dahulu. Baik ketika menuju podium, dan juga ketika meninggalkan podium Penantang Terakhir.

Malam itu, kami berdua menatapnya di layar televisi, di usianya yang pasti sudah lewat 70an tahun. Teringat masa lalu yang berlangsung sepanjang beberapa tahun di era 1970-an. Subhanallah, begitulah cara kerja sistem ingatan di otak kita, yang masih penuh misteri dan baru sebagian yang bisa diungkap para cendekia ahli.

Wa Allahu a’lam.

Saifuddien Sjaaf Maskoen.
Jakarta, 16 Maret 2013

Lapangan Terbang di Gresik

Februari 24, 2013

Kapan mau dibangun? Ha ha, bukan kapan mau dibangun, tetapi telah dibangun, sayangnya kemudian beralih fungsi. Jadi kalian, para keponakan dan cucu atau cicit nanti tak usah membayangkan akan naik pesawat terbang dari sekitar Gresik, karena sepertinya sudah tidak mungkin lagi lha.

Telah dibangun dan beralih fungsi? Ya, begitulah kenyataan yang kita temui. Konon, pada waktu zaman pendudukan Jepang, lapangan terbang itu dibuat. Dan ini tercatat dengan baik, dalam berbagai dokumentasi yang ada. Dari suatu website Australia, bisa kita temui daftar banyak lapangan terbang kecil [sak kecil-kecilnya lapangan terbang ya lebih luas dari aloon-aloon] diantaranya di daerah leluhur kita Gresik. Pada waktu abah kecil, teman-teman Abah Cacak [yang pada umumnya sudah jauh lebih tua dari Abah, misalnya masih SD tetapi sudah akil baligh dan lebih 17 tahun umurnya] kalau mencari jangkrik juga ke bekas lapangan terbang itu. Mereka menyebutnya Lapangan Satu. Entah mengapa begitu, mungkin juga ada Lapangan Dua atau yang lainnya.

Mau tahu, dimana kira-kira Lapangan Satu itu berada?. Lapangan Satu membentang mulai dari Perumahan Rakyat [kuadran utara-barat pada perlimaan PETRO KIMIA] ke arah barat bersinggungan dengan tepi selatan Kuburan Pojok dan mungkin terus ke barat sampai perbatasan Pongangan [tempatnya poh ganden] dan Suci sana. Daerah itu, kemudian dijadikan areal pembangunan Proyek Petro Kimia Gresik. Mungkin juga kantor dan pabrik dimana Abah Toni dan Oom Boim bekerja – yaitu Kelola Mina Laut – berada di Lapangan Satu tersebut. Katanya sih. Karena Abah Cacak tidak pernah mencari jangkrik ke sana. Hanya melihat adanya lapangan kosong yang luas, jika dulu diajak nang kuburane mbah Janah [ibunya Bapak Koen].

 

Lapangan Satu pada waktu itu, memang sudah merupakan suatu lapangan yang rata dan luas, serta sudah ditaburi batu kerikit atau sekarang disebut split. Disitulah keluarga jangkrik tinggal, baik yang jelabang [berwarna kulit merah – abang] atau yang jeliteng [berwarna kulit hitam – iteng]. Konon, yang jeliteng itu species yang lebih kuat dan menangan kalau diadu. Tanya sama Oom Yayat, yang mungkin pernah ngadu jangkrik di waktu kecilnya, setidaknya dalam acara di Radio Republik Indonesia [RRI] Studio Surabaya waktu masih sekolah di Taman Kanak-Kanak. Disana merupakan daerah yang bertuan.

Pada awal tahun 1950-an, di kota kita pernah berjangkit wabah cacar. Betul-betul cacar, bukan cacar air yang kemarin berjangkit di rumah Umi Lipa, dan papanya Nadia, sewaktu wafatnya Abah Anang. Saat itu, Abah Cacak masih kecil. Belum Sekolah. Diantara keluarga kita, ada yang terkena wabah cacar tersebut, yaitu Cak Ud dan Cak Nul [abangnya Abah Soleh], anaknya Wak Ajak dan Mak Yah. Aparat pemerintah waktu itu, guna mencegah menjalarnya wabah penyakit lebih hebat, mengambil kebijakan untuk mengisolasi mereka yang sudah terserang ke dalam barak-barak yang khusus disediakan untuk itu. Barak-barak itu tempatnya ya di Lapangan Satu itu. Tetapi banyak keluarga Gresik yang enggan untuk menyerahkan anaknya atau keluarganya dikirim ke sana, karena itu menyembunyikan keluarga yang sakit dengan segala risikonya. Termasuk yang disembunyikan adalah Cak Ud dan Cak Nul. Konon Mak nDuk [ibunya ibu Muzayanah – neneknya para Abah dan Umi] yang telaten ngeramut kedua cucunya. Dan sebagaimana kita tahu, berkat rahmat dan kasih sayang Allah swt akhirnya kedua sepupu Abah dan Umi tersebut sembuh, walau harus menerima bekas-bekas yang ditinggalkan oleh penyakit cacar tersebut, yaitu [maaf] adanya burik di wajah dan mungkin sekujur tubuhnya.

Menghadapi wabah seperti itu – yang konon tak ada obatnya, selain pencegahan penularan dengan cara mengisolasi si penderita – masyarakat hanya bisa berupaya dengan memohon kepada Allah yang Maha Kuasa dengan melakukan doa bersama secara berkeliling di lorong-lorong kampung, membaca shalawat yang diawali dengan kata “li khamsatun utfi biha …..”. [Mohon Abah Rozy dapat menuliskan secara lengkap shalawat itu]. Siapa tahu nanti kita memerlukannya dalam menghadapi pandemi avian flu, yang tak kalah hebatnya dengan penyakit cacar dan kolera alias tha’un yang pernah melanda wilayah kita. Allah yakhfad.

Mengapa orang Gresik enggan menyerahkan anggota keluarganya untuk di isolasi ke barak-barak yang ada di Lapangan Satu tersebut? Hal ini tidak terlepas, dari trauma yang pernah disaksikan oleh segenap warga Gresik yang hidup di masa pendudukan Jepang. Tidak lain, karena banyaknya mayat-mayat yang bergelimpangan di wilayah tersebut, bahkan juga di jalan-jalan kota Gresik, yang meninggal bukan karena penyakit. Mereka meninggal karena kelaparan atau kekurangan gizi. Mereka itulah para pekerja yang membuat lapangan terbang [yang mungkin belum pernah didarati satu pesawat kecilpun]. Mereka itulah yang disebut romusha. Tentu saja para tetua kita takut kalau anggota keluarganya mengalami nasib seperti yang dialami oleh para romusha tersebut. Mungkin Abah Rozy dapat bercerita lebih banyak tentang situasi saat zaman Jepang, setidaknya yang pernah didengarnya dari yang lebih tua. [Kalau masih ada ya].

Tentu kita akan bertanya, dari mana didatangkannya romusha tersebut. Apakah terdiri dari orang-orang sekitar Gresik yang dipekerjakan sebagai romusha? Untunglah Abah Cacak menemukan suatu dokumen di website yang memberikan data tentang romusha yang ada di Gresik. Dari data itu, kita bisa tahu siapakah mereka itu, dan berapa banyak romusha itu dan kapan mereka datang [tepatnya, dikirim] ke kota kita.

Sesungguhnya, pembangunan Lapangan Satu itu bukan dikerjakan oleh pihak militer, tetapi dilakukan oleh kontraktor Jepang yang mungkin juga kita kenal pada masa-masa sekarang [coba tanya sama Suyat] tentu kenal nama perusahaan tersebut. Kontraktornya Lapangan Satu itu adalah Kobayashi Gumi [Kobayashi Construction Group]. Lapangan Satu ini, dibangun ketika Perang Dunia ke II sudah mendekati akhir. Pengiriman tenaga romusha pertama ke Gresik yang ada dalam catatan itu, adalah pada tanggal 22 April 1944, dimana hanya dikirim sebanyak 1.007 orang asal Karesidenan Kediri dari 1.200 orang tenaga kasar yang diminta, serta 102 orang tukang kayu asal daerah yang sama dari 200 orang yang diminta.

Daftar berikut ini, kiranya akan lebih memperjelas peta situasi romusha yang dikirim ke Gresik, dan kemudian tidak diketahui bagaimana nasib mereka selanjutnya [penyajian diubah menjadi sesuai tanggal kedatangan para romusha tersebut]

 

Tanggal Asal Daerah

Diminta

Diterima

Catatan
   

 
22-04-1944 Kediri

1.000

1.007

 
22-04-1944 Kediri

200

102

Carpenter
27-04-1944 Bojonegoro

-.-

227

 
15-05-1944 Madura

1.000

978

 
22-05-1944 Kediri

1.000

797

 
24-05-1944 Kediri

100

75

Carpenter
25-05-1944 Besuki

500

414

 
26-05-1944 Bojonegoro

-.-

466

 
28-05-1944 Semarang

1.000

1.000

 
31-05-1944 Semarang

1.000

1.000

 
31-05-1944 Malang

1.000

556

 
02-06-1944 Surakarta

25

13

 
15-06-1944 Bojonegoro

1.000

298

 
16-06-1944 Bojonegoro

500

126

 
20-06-1944 Madura

2.000

450

 
20-06-1944 Besuki

1.000

273

 
22-06-1944 Madura

-.-

400

 
23-06-1944 Madura

-.-

78

 
24-06-1944 Madura

-.-

301

 
25-06-1944 Madura

-.-

428

 
29-06-1944 Besuki

-.-

286

 
   

 
  Jumlah

11.325

9.275

 

 

Kita tidak tahu persis, berapa banyak penduduk Gresik pada saat itu. Karena batas kota ya masih sampai di situ saja. Paling selatan ya prapatan Gedung Nasional, paling barat ya Jalan Karangturi [Usman Sadar], sedang utara dan timur ya segoro.

Dalam waktu hanya dua bulan saja [entah apakah sesudah Juni 1944 masih terus ada pengiriman tenaga romusha ke Gresik, dokumen tersebut tidak memberitahukan], Gresik kedatangan hampir 10.000 orang. Entah mereka itu dibujuki apa, atau dipaksa dengan cara bagaimana sehingga mau dikirim ke tempat yang jauh dari tanah kelahirannya. Dan bagaimana nasib mereka sesudah Jepang kalah, kita tidak tahu. Yang jelas sebagian [atau bahkan sebagian besar dari mereka] telah gugur sebagai akibat dari kejamnya kelaparan dan kelelahan, dan entah apakah mendapatkan pelayanan yang selayaknya sebagai hamba Allah. Karena masyarakat Gresik sendiri mengalami kesulitan dalam menangani jenazah yang begitu banyak. Untuk pakaian yang hidup saja tidak ada kain, bagaimana mau menyediakan kain untuk mengkafani mereka yang meninggal.

Coba bayangkan, seandainya kamu duduk di pertigaan ANIEM [sebelah rumah Garling dulu]. Karena pada saat itu jumlah truk sangat terbatas, kira-kira para tenaga kerja ‘paksa’ [janjinya sih ya sebagai buruh proyek dan digaji cukup] itu diangkut ke Gresik dengan kereta api, atau lewat perahu bagi yang dari Madura. Entahlah, mungkin yang dinaikkan kereta api, akan diturunkan di halte Gapuro, tetapi juga ya bisa diturunkan di Stasiun Gresik [depan sekolah Asmaaiyah Darul Islam]. Kemudian mereka pasti disuruh jalan kaki [mungkin juga berbaris] menuju ke Lapangan Satu. Waktu datang mungkin masih kekar, tetapi juga mungkin sudah setengah loyo, mengingat bahan makanan waku itu susah. Jangan harap makan beras [e keliru sego, jaran kepang laan mangan pari], bisa makan ketela atau singkong pun sudah bagus. Tanyakan pada abah dan umi, apa itu iles-iles, yang juga dimakan pada masa itu.

Janganlah membayangkan membangun lapangan terbang pada waktu itu dilakukan dengan alat-alat besar, seperti proyek-proyek sekarang. Alat mereka mungkin hanya cangkul, palu, gancu dan besi pemberat untuk menumbuk / memadatkan tanah dan hamparan split. Dan bayangkan orang sebanyak itu, disebar ke seleuruh areal, untuk mencangkul guna meratakan tanah [berfungsi sebagai dozer, excavator dan grader], memecah batu [berfungsi sebagai stone crusher], mengangkut tanah dengan pengkik [berfungsi sebagai loader dan dump-truck], memadatkan tanah dengan besi bertangkai [berfungsi sebagai vibrator roller dan compactor].

Pekerjaan yang membutuhkan banyak kalori tersebut, ternyata hanya mendapat asupan beberapa ratus atau bahkan beberapa puluh kalori saja, dengan tingkat gizi yang sangat rendah pula. Bandingkan dengan tukang-tukang dan pekerja-pekerja kasar saat ini, makannya seperti kuli Perak. Jadi tentu saja persediaan daging dan lemak [masih punya tha] dalam tubuh mereka akan dikonversi menjadi tenaga. Dan dengan sendirinya badannya akan semakin kurus kering. Dan mungkin juga kalau kerjanya loyo – karena sudah tak berimbang lagi antara input dan output kalorinya – pakai ditambahi bentakan dan imbuhan tempeleng oleh mandornya [yang tentara Jepang] atau juga bangsa kita sendiri yang ikut-ikutan. Yah tentunya akan lebih mempercepat menuju kematian.

Agar apa yang terjadi di Lapangan Satu itu tidak diketahui oleh masyarakat banyak, maka kuburan Pojok ditutup. Tidak boleh untuk menguburkan orang yang meninggal. Karena itu, anak sulungnya Bapak Koen, kakak perempuan para Abah dan para Umi, tidak dikuburkan di Pojok, melainkan dikubur di Sumur Songo [kalau mau dikromo inggilkan, jadinya “siti lebet sedasa kurang setunggal” – tapi nama tempat kan tidak boleh dikromo inggilkan]. Rupanya kebijakan proteksi atas suatu kejadian itu sudah biasa sejak dulu ya.

Kalau dari data itu, sepertinya tidak ada tenaga kerja dalam propinsi dimana Gresik berada. Syukurlah. Tetapi, mereka yang dari provinsi lain itu ya saudara kita sebangsa dan seiman, sesama muslim tentunya.

Ini Abah cacak lampirkan data mengenai pengiriman romusha tersebut, dan coba perhatikan catatan kaki pada setiap tabel, dimana disebutkan berapa jumlah romusha yang diminta dan dipekerjakan dalam karesidenan yang sama [disitu disebut province] – kalau istilah bis-bisannya sekarang Antar Kota Dalam Propinsi. Masya Allah. Cukup besar sekali. Apalagi kalau yang tercatat ini merupakan fenomena gunung-es.

Semoga Allah swt mengampuni mereka, termasuk warga Gresik yang tidak mampu menunaikan fardhu kifayah dalam mengurus jenazah [barangkali ada]. Dan semoga kejadian seperti itu tidak terulang lagi di waktu-waktu mendatang, baik pada bangsa kita maupun pada bangsa-bangsa di dunia ini.

 

Wa Allahu a’lam.

 

Saifuddien Sjaaf Maskoen

Jakarta, 27 November 2006

 

Catatan :

Tulisan ini semula dibuat untuk konsumsi keluarga sendiri, dengan berbagai sebutan yang khas.

Pada mulanya, semua keponakan memanggil saya dengan Cacak, sebagaimana bapak dan ibu mereka memanggil saya.

Di Gresik, memanggil Cacak untuk teman orang tua kita, bahkan guru kita adalah sesuatu yang lazim dan biasa [setidaknya pada sekitar 1950-an dan beberapa puluh tahun kemudian. Perkecualian, adalah bila temannya orang tua kit aitu, sudah naik haji, dipanggilnya dengan Wak.

Permasalahan mulai timbul, ketika beberapa keponakan sudah mulai punya anak, dan ikut-ikutan memanggil Cacak juga. Maka kemudian dilakukan reformasi, dengan menyebut semua yang sekelas dengan Abah dan Umik, dan karena sebelumnya dipanggil Cacak, ya berlanjut jadi Abah Cacak. Yang lain, dengan namanya.

 

Salam

 

 

Sumber data :

 

Yoko Hayashi, Agencies and Clients: Labour Recruitment in Java, 1870s-1950
IIAS/IISG, Clara Working Paper, No. 14, Amsterdam, 2002

 

Ini kutipan sedikit :

 

Javanese agency reports state that the military administration was responsible for mobilising most of the labourers wwithin a province. The labourers sent outside the province (some 30,000 between April and June 1944) were committed to major construction projects such as the Bayah coal mine and Sakti-Bayah railway in Banten, the airfields in Banten and Grissee, and the shipyards in Surabaya and Juwana. Each agency from every province in Java dealt with labour recruitment in that region. It was probably difficult to persuade people to go to distant places, and much more difficult to convince them to go overseas, because word of the romusha fate had gradually spread among Javanese villagers. In September 1943 the head of Janglapa village in Bogor Province impressed 15 villagers to go to Cikotok in Banten for railway Construction. ……………

 

 

Surakarta

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
6/4/1944 Bajah Mine / Sumitomo [Banten]

308

From request in March
3/5/1944 Shikojo [Airport?] [Serang]

1,000

284

 
3/5/1944 Cilacap Shipbuilding Yard

30

22

 
2/6/1944 Kobayashi Gumi, Kobayashi Construction Group [Gresik]

25

13

 
13/6/1944 Harima Zosenjo, Harima Shipbuilding Yard

300

137

 
   

 
Tota  

1,355

764

 

Within the province [from April to June 1944].

Reported number 29,290 / transported numer 10,665

 

 

Kedu Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
7/4/1944 Bajah Mine/Sumitomo [Banten]

1,000

839

 
8/4/1944 Bajah Mine/Sumitomo [Banten]

1,000

970

 
1/5/1944 Seibu Doboku-kyoku The Western Office of Construction, Banten

1,000

883

 
31/5/1944 Bajah Mine / Sumitomo [Banten]

1,500

854

 
1/6/1944 Surabaya Ken Butai

1,000

1,097

 
   

 
Total  

5,500

4,643

 

 

 

Semarang Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
5/4/1944 Jakarta

100

100

Carpenter
12/4/1944 Surabaya

1,000

285

 
15/4/1944 Jakarta

300

200

Carpenter
15/4/1944 Jakarta

50

50

Welder
17/4/1944 Bajah [Banten]

1,000

245

 
19/4/1944 Serang [Banten]

1,000

569

Construction
24/5/1944 Seketi [Banten]

250

250

 
28/5/1944 Grissee

1,000

1,000

 
29/5/1944 Jakarta

1,000

1,000

 
30/5/1944 Juana [Pati]

500

500

 
31/5/1944 Grissee

1,000

1,000

 
30/5/1944 Seketi [Banten]

800

800

 
2/6/1944 Jakarta

204

204

 
5/6/1944 Jakarta

750

750

 
6/6/1944 Bajah [Banten]

613

613

 
   

 
Total  

9,647

7,566

 

Within the province [from April to June 1944].

Reported number 4,199 / transported numer 3,921

 

 

East Java

Besuki Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
15/4/1944 Surabaya

300

310

 
25/4/1944 Gresik [Surabaya]

500

414

 
20/6/1944 Gresik [Surabaya]

1,000

273

 
29/6/1944 Gresik [Surabaya]

 

286

 
   

 
Total  

1,800

1,283

 

 

 

Bojonegoro Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
6/4/1944 Surabaya

480

96

 
24/4/1944 Bajah Mine / Sumitomo [Banten]

1,000

351

 
27/4/1944 Gresik [Surabaya]

 

227

 
6/5/1944 Banten

700

231

 
26/5/1944 Gresik [Surabaya]

 

446

 
26/5/1944 Bajah [Banten]

1,000

68

 
30/5/1944 Bajah [Banten]

70

 
31/5/1944 Bajah [Banten]

199

 
4/6/1944 Bajah [Banten]

69

 
15/6/1944 Gresik [Surabaya]

1,000

298

 
16/6/1944 Gresik [Surabaya]

500

126

 
18/6/1944 Cepu [Pati] / public oil factory

500

 
   

 
Total  

5,180

2,201

 

Within the province [from April to June 1944].

Reported number 4,060 / transported numer 2,689

 

 

Kediri Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
15/4/1944 Surabaya

300

257

Carpenter
16/4/1944 Serang [Banten]

1,000

973

 
22/4/1944 Gresik [Surabaya]

1,000

1,007

 
22/4/1944 Gresik [Surabaya]

200

102

Carpenter
22/5/1944 Gresik [Surabaya]

1,000

797

 
24/5/1944 Gresik [Surabaya]

100

75

Carpenter
26/5/1944 Serang [Banten]

50

32

Carpenter
23/5/1944 Surabaya / the Navy

100

98

Probationary Carpenter
   

 
Total  

3,750

3,341

 

 

 

Madura Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
5/4/1944 Construction [Serang/Banten]

1,000

954

 
10/4/1944 Tanjung Priok Kaiji Sokyoku The head office of Maritime Affairs [Jakarta]

1,000

674

 
25/4/1944 Kaigun Onyubu

The Transportation Office of the Navy ? [Surabaya]

300

303

 
15/5/1944

17/5/1944

Obayashi Gumi, Obayashi Construction Group [Gresik/Surabaya]

1,000

978

 
27/6/1944 Osamu 15854 Corps

500

492

 
20/6/1944 Obayashi Gumi, Obayashi Construction Group [Gresik/Surabaya]

2,000

450

 
22/6/1944 Ibid.

 

400

 
23/6/1944 Ibid.

 

78

 
24/6/1944 Ibid.

 

301

 
25/6/1944 Ibid.

 

428

 
   

 
Total  

5,800

5,058

 

Within the province [from April to June 1944].

Reported number 5,800 / transported numer 5,058

 

 

Malang Province

  Client [destination]

Requested number

Transported number

Remarks
31/5/1944 Obayashi Gumi, Obayashi Construction Group [Gresik/Surabaya]

1,000

556

 
   

1,000

556

 
Total  

 

 

 

Within the province [from April to June 1944].

Reported number 18,543 / transported numer 13,189

 

Sources:

The reports from Romu Kyokai, Inv. Nr. 005722-005797, K.A. de Weerd Collection [1942-1946], [NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie(/Amsterdam].

List of works, factories, and estates with the names of Japanese who administered them. March 1946 NEFIS (Netherlands Forces Intelligence Service) Archief, bijlage 3, doc nr. 2398 [het Ministerie van Buitenlandse Zaken / The Hague].

 

———————————————————————————————————————————–

 

Dan data lapangan terbang selama Perang Dunia II, yang diambil dari situs http://home.st.net.au/~dunn/airfields.htm berikut ini:

 

 

JAVA

 

Andir Banjoewangi Crissee
(or Grissee)
Djokjakarta
Kalibanteng Kalidjati Kemajoran Madioen
Malang Pasirian Perak Soerakarta
Tjillitan Wonosari Wonsari  

 

 

 

Ada suatu air strip, di dekat nama desa yang sangat kita kenal, yaitu

  • Soekodono,
  • Karangturi;
  • Telogopodjok; [walau mungkin penempatannya agak bergeser]
  • Ngipik,
  • Loempoer;
  • Tepen;
  • Soemoersong[o]

Ternyata peta itu adalah suatu peta dengan klasifikasi “RESTRICTED” dan TOWN PLAN.of GRISSEE, kota kelahiran kita

[maaf, peta dan foto belum bisa diunggah – belum tahu caranya. lupa]

 

Tetapi, kita bisa menyaksikan pula foto udara semacam ini, yang dibuat pada tanggal 22 Mei 1946, kita menyaksikan adanya “benda putih” yang menyerupai air-strip tersebut.

 

Memang perlu dikaji, apakah “benda putih” itu memanag nyata ada, atau suatu penambahan pada klise [negative atau positif] hasil pemotretan.

 

Terlihat jalan-jalan yang diperlukan untuk konstruksi, yang sepertinya menghubungkan areal konstruksi dengan sumber batu [quarry] yaitu SOETJI.

 

 

Dan rencana serta foto udara ini, ternyata punya hubungan dengan keberadaan air-strip di Gresik selama Perang Dunia ke II, dari sumber-sumber Australia dan sumber Jepang, sebagaimana yang sudah saya kutipkan dalam tulisan Lapangan Terbang di Gresik. [saya lampirkan di bagian akhir, untuk mengenakkan membacanya]

Tetapi, dari foto udara tersebut, kita tidak melihat bangunan-bangunan bekas barak para romusha yang jumlahnya ribuan. Pada hal foto ini diambil dalam waktu belum setahun dari penyerahan Jepang ke Sekutu.

Yang menarik juga untuk disimak dan dikaji lebih lanjut, di daerah Telogopojok, Tepen, atau sekitarnya kita juga mengenal “kampong Meduran”, yang tentu berasal dari kosa kata Meduro. Apakah mungkin pemukiman tersebut, adalah bermula dari para romusha asal Madura [yang dengan kemampuan mereka bertahan hidup] yang kemudian tinggal [atau ditempatkan}disana? Koq kampong Meduran tidak di dekat Brug atau Belandongan [yang lebih dekat dengan Socah].

Mungkin bisa jadi bahan pembicaraan atau obrolan kita diwaktu mendatang.

Catatan :

Peta dan foto udara ini baru diperoleh beberapa tahun setelah penulisan artikel diatas, dari sumber KITLV.

PENUTUP RAMADHAN 1432 H

Februari 22, 2013

Yang saya sampaikan selama Ramadhan ini, tentu banyak sekali hal-hal yang kurang sesuai dan pas atas berbagai hal yang ada dalam fikiran anda, dan saya mohon maaf atas kesemuanya.

Say abelum bisa memunggah gamabar-gambar ke dalam blog ini, sehingga mungkin sangat mengganggu dan mengurangi informasi yang seharusnya anda bisa peroleh. Sekali lagi mohon maaf.

Dan ternyata pada Ramadhan 1433 H yang lalu, saya tidak mampu untuk menulis sama sekali.

Semoga Ramadhan mendatang, saya diberikan kemauan dan kekuatan oleh Allah swt untuk kembalimlakukanny.

Salam

Billahittaufieq wal hidayah.

Saifuddien Sjaaf Maskoen

22 Februari 2013

RAMADHAN 29

Februari 22, 2013

 

Setelah kita jalani hari demi hari dengan khusyuk, sampailah kita pada hari [hari] terakhir bulan suci Ramadhan. Dan bila matahari terbenam di ufuk barat sore ini [esok], kita akan ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat, dengan harapan insya Allah dipanjangkannya umur kita, dan diperkenankan berjumpa lagi pada tahun mendatang.

Seiring dengan sirnanya ufuk kemerahan di cakrawala barat, mulailah terdengar kalimah takbir dan tahmid secara berulang-ulang dikumandangkan oleh segenap ummat secara bersahut-sahutan mulai ari kanak-kanak hingga yang sudah berumur. Berkumandang mulai dari arah terbitnya matahari di timur terus ke barat ke arah terbenamnya matahari, sampai keesokan hari menjelang dilaksanakannya shalat Ied Fithri di lapangan atau masjid-masjid di seantero bumi ini, dimana ummat Islam berada.

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ
atau

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ

yang sangat dianjurkan untuk dilafalkan dengan kekhusyukan pada saat menuju ke tempat dilaksanakannya shalat Iedul Fitri. Baik keberadaannya sebagai fiatan katsiratan [mayoritas], maupun sebagai fiatin qalilatin [minoritas].

Dan sepertinya sudah menjadi tradisi, sebagian ummat akan melakukan takbiran diiringi dengan bunyi tabuh beduk di sepanjang malam 1 Syawal, bahkan dengan berkeliling kota dengan menggunakan aneka sarana transportasi.

Salah seorang teman kita [dra. Handayani Tjahjo] mengirimkan serangkaian pertanyaan yang sering mengganggu pikiran kita dalam menjalani kehidupan ini, disertai jawabannya dari ayat-ayat al-Quran, sebagaimana yang kami sertakan di akhir tulisan ini. Kiranya bisa lebih memperkuat benteng keimanan kita semua, dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan dan ujian ini.

Surau dan masjid yang selama ini malamnya diramaikan oleh jamaah yang melakukan shalat tharawih, tadarrus dan kegiatan ibadah lainnya, sepertinya akan menjadi sepi kembali seperti pada bulan-bulan sebelumnya. Suara lantunan bacaan al-Quran, yang dibaca dengan berbagai ragam cara akan juga berkurang seiring dengan datangnya hiruk pikuk suara kanak-kanak atau malah bunyi petasan yang disulut oleh sebagaian warga.

Seiring dengan itu perkenankanlah kami, atas nama seluruh keluarga menghaturkan permohonan maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan yang telah kami perbuat kepada Bapak-Ibu serta saudaraku dan kakak maupun adikku. Dengan maaf itu, semoga Allah swt juga memaafkan kami.

Seorang negarawan yang dimiliki Indonesia, M. Natsir dalam menyambut hari kemenangan ini pernah menuliskan untaian kalimat yang indah dan penuh arti

“Minal ‘Aidin wal Faa-izien”

 

Telah bertingkah guruh dan petir, seakan kilat hendak menyambarmu,

Telah menghitam awan di hulu, seakan gelamat hendak melandamu,

Telah berdendang lagu dan siul, seakan rayuan membawamu hanyut,

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lilahil hamd”

Hanya Allah Yang Maha Besar, kepada-Nya pulang puji dan syukur,

Kembalilah kamu kedalam hidayat dan taufiq-Nya

Disana letak pangkalan merebut kejayaanmu

Pancangkan petunjuk Ilahy dalam qalbumu,

“Cukuplah Allah bagimu tempat berlindung, Dia-lah yang akan menegakkan pendirianmu,

dengan pertolongan langsung dari pada-Nya, dan kekuatan mukminin sama se-iman”

“Innahu laa yukhliful mie’aad!”

 

“Minal ‘Aidin wal Faa-izien”

Wa Allahu a’lam.

Saifuddien Sjaaf Maskoen

 

 

ANTARA TANYA dan JAWAB
dra. Handayani

 

KENAPA AKU DIUJI ??
QURAN MENJAWAB :
QS. Al-Ankabut 29: 2-3 “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آَمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

KENAPA AKU TAK MENDAPAT APA YG AKU INGINKAN ?
QURAN MENJAWAB :
QS Al-Baqarah  2: 216 “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

KENAPA UJIAN SEBERAT INI ?
QURAN MENJAWAB :
QS. Al-Baqarah 2: 286 “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

KENAPA FRUSTASI ?
QURAN MENJAWAB :
QS. Al-Imran 3: 139 “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang2 yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang2 yang beriman.”

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA ?
QURAN MENJAWAB :
QS. Al-Baqarah 2: 45 “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan sholat; dan sesungguhnya sholat itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk”

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِي

APA YANG AKU DAPAT ?
QURAN MENJAWAB :
QS. At-Taubah 9: 111 “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang2 mu’min, diri, harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka”

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ

KEPADA SIAPA AKU BERHARAP ?
QURAN MENJAWAB :
QS. At-Taubah 9: 129 “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain dari-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arasy [singgasana] yang agung”

حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

AKU TAK SANGGUP !!
QURAN MENJAWAB :
QS. Yusuf 12: 87 “Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.”

وَلَا تَاْيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا ياَْيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

 

RAMADHAN 28

Februari 22, 2013

 

Beberapa hari lagi kita akan ditinggalkan bulan suci, yang selalu dinantikan kehadirannya setiap tahun. Ketika ditinggalkannya, kita selalu berdoa agar dapat berjumpa lagi dengan Ramadhan mendatang. Di beberapa surau, juga dilantunkan shalawat dan pujian-pujian yang diiringi dengan syair-syair untuk melepasnya dan harapan berjumpa ditahun mendatang. Seperti biasanya, saya hanya ingat bagian awalnya saja, antara lain “ Wadda’ muwadda’ ya Ramadhan. Muryal lailan bil ghufron. ……….” [hayo siapa yang bisa dilanjutkan, dan dilengkapi syairnya, kirimkan ke saya ya].

Dalam menentukan peribadatan yang diperintahkan Allah swt, keberadaan dua buah benda sangatlah menentukan. Dalam keseharian, waktu peribadatan kita ditentukan oleh keberadaan matahari terhadap bumi kita [untuk memudahkan, karena kita melihat dari posisi bumi] walaupun sama-sama berjalan [beredar] dan justru bumilah yang mengitari matahari. Mulai dari waktu shubuh, dzuhur, ashr, maghrib dan isya’. Tetapi untuk menjalankan peribadatan lainnya, yaitu puasa Ramadhan dan ibadah haji, ditentukan oleh keberadaan matahari dan bulan secara bersama-sama.

 

Sudahkah kita mengenal dan memahami sifat-sifat mereka, bumi tempat kita berpijak, matahari yang menyalurkan energi bagi kehidupan semua makhluk di bumi ini melalui kehangatan sinarnya, serta bulan yang tidak selalu dapat kita nikmati keindahan dan kesyahduannya.

Untuk memudahkan pengenalan terhadap ketiga makhluk Allah swt yang sanget memengaruhi kegiatan kita dalam beribadah kepada-Nya, saya kutipkan suatu indeks tentang letak ayat-ayat firman Allah swt tersebut dalam al-Quran. Dan juga sebuah artikel singkat dari suatu web.

Dan barangkali ada yang terkejut saat mengetahui bahwa bulan [moon bukan month] semula adalah bagian bumi yang terpental karena adanya suatu benturan, dan kemudian melayang seterusnya sebagai satelit bumi, dan konon jaraknya semakin menjauh dari bumi walau hanya beberapa sentimeter setiap tahunnya dibanding jaraknya yang hampir empat ratus ribu kilometer.

Ini ada situs [dari SMP di Inggris] untuk lebih mengenali bulan dan mungkin ada yang lain juga http://www.woodlands-junior.kent.sch.uk/time/moon/hemispheres.html

Wa Allahu a’lam

 

Saifuddien Sjaaf Maskoen

INDEKS dalam al-Quran
tentang Bumi, Bulan dan Matahari

 

 

Earth, 51:20, 51:48, 91:6

changed into another earth, 14:48

creation of, 3:190, 79:30

in six “days”, 7:54, 10:3, 11:7, 25:59, 50:38, 57:4

in two “days”, 41:9

the rest in the other four, 41:10

inclination of rotational axis to orbital plane, 22:61, 57:6

rotation of, 3:190, 7:54, 10:6, 13:3, 14:33, 25:62, 39:5, 41:37, 45:5

Earthquake, 7:78, 7:91, 7:155, 7:171, 16:26, 17:37, 17:68, 29:37, 34:9, 67:16, 69:5, 99:1

Astronomy

celestial mechanics, 7:54, 22:65

moon, 10:5, 16:12, 21:33, 22:18, 25:61, 29:61, 41:37, 54:1, 71:16, 74:32, 84:18, 91:2

solar and lunar orbits, 6:96, 10:5, 13:2, 14:33, 21:33, 31:29, 35:13, 36:38-40, 39:5,

55:5

sun, 10:5, 16:12, 21:33, 22:18, 25:45, 25:61, 29:61, 41:37, 71:16, 78:13, 81:1, 91:1

celestial navigation, 6:97, 16:16

constellations, 15:16, 25:61, 85:1

motion of objects in the Universe, 35:41, 44:39, 45:22, 46:3, 64:3, 86:11

objects impacting Earth, 34:9

planets, 81:16

Sirius (Alpha Canis Major), 53:49

stars, 22:18, 37:88, 51:7, 79:1, 81:2, 86:3

neighborhood of Earth populated by, 37:6, 41:12, 67:5

proper motion of, 79:2-4

revolving, 81:15

sunrise, 37:5, 55:17, 70:40

sunset, 55:17, 70:40, 84:16

Earth

We know our world as an abode for life. Earth is teeming with fish, mammals, birds, reptiles, insects, and even some oddball “extremophiles” — life forms that live in extreme environments like deep inside ice at the poles or around hot springs at the bottom of the ocean. Today, the diversity of life on Earth, and its hardiness at adapting to extreme environments, prompt many scientists to think life could thrive elsewhere in our solar system, or on planets and moons around other stars in our Milky Way galaxy.

Earth At a Glance

Name

From Old English

Average Distance from Sun

92,955,820 miles
149,597,890 km
1 Astronomical Unit

Mass

1 Earth mass
5,973,700 x 1021 kg

Equatorial Diameter

7,926 miles
12,756 km

Length of Day

24 hours

Length of Year

365.24 Earth days

Known Moons

1

But it was only in the sixteenth century, around the time of Copernicus, that people began to see Earth as a planet at all — akin to the “wanderers” that were seen crossing the night sky against the stable background of stars. Since then, telescopic and probe-based studies of other bodies in the solar system have put our remarkable home into a broader context.

We know that Earth is the largest of the “terrestrial” planets in our solar system — the four rocky planets close to the Sun.

Earth is tilted on its axis at 23.5 degrees, which creates the seasons. When one hemisphere is tilted toward the Sun, it experiences summer. The hemisphere tilted away experiences winter. Spring and fall occur when a hemisphere is between these two extremes.

Earth is the only planet where the normal temperature range allows water to exist on its surface as a liquid. In fact, oceans cover 70 percent of Earth’s surface.

This is an extremely important factor for life as we know it.

Earth’s atmosphere is another factor that makes life possible. Consisting of 78 percent nitrogen, 21 percent oxygen, and traces of other gases, it provides protection from most of the Sun’s harmful radiation. It also protects us from most of the meteors that head for the planet; they burn up in the atmosphere before they can hit the ground.

The solid portions of Earth form three layers. The top layer is the crust, and is made of silicates — rocks like quartz, feldspar, and others. The mantle lies beneath the crust, and contains most of Earth’s mass. The mantle is made primarily of silicon, magnesium, and oxygen. The mantle wraps around a two-layered core: a partially molten outer layer of iron and nickel and an inner layer of solid iron. As Earth rotates, these layers spin at different rates, which generates our planet’s magnetic field.

Earth’s seven continents sit on large tectonic plates that float atop the mantle. Eons ago, the continents were joined together into a single land mass scientists have coined Pangaea. Starting about 200 million years ago, the plates began to drift apart, causing the continents to separate. They are still moving today, albeit extremely slowly. Earthquakes occur where tectonic plates run into each other and one plate is forced to slide underneath another.

Earth’s Moon

Earth’s partner in its yearly trek around the Sun, the Moon, is geologically dead. Dried lava fields called “maria” — Latin for seas — cover its surface, along with impact craters. The maria formed about four billion years ago, when giant asteroids punched holes in the Moon’s crust, allowing molten rock to bubble to the surface, where it cooled and hardened.

Earth and the Moon are more like a double planet than a planet and a moon. The Moon is quite large in comparison to Earth — about one-quarter of Earth’s diameter. The two gravitationally interact with each other, most famously causing Earth’s ocean tides.

The interaction has other important consequences. Over time, the Moon’s rotation has become tidally locked, so that the same side of the Moon always faces Earth. And the Moon acts to stabilize a “wobble” in Earth’s axis. Over billions of years, this has led to a much more stable climate, which was friendly to the evolution of life. The Earth-Moon interaction also slows Earth’s rotation by about two milliseconds per day per century.

The Moon probably formed in a “big whack.”

The theory arose after scientists analyzed the rocks brought to Earth by Apollo astronauts and Soviet Luna probes, as well as the readings of seismometers left on the lunar surface to record “moonquakes.”

Their studies showed that the Moon’s composition closely resembles that of Earth’s crust and mantle. From this, scientists concluded that a Mars-sized body hit Earth within a few million years of its formation. The impact vaporized much of the material in Earth’s crust and mantle and blasted them into space, forming a ring around the planet. This material quickly coalesced to form the Moon — Earth’s steady companion in its never-ending trek around the Sun.

 

The Distance Between Earth and the Moon is Increasing

Just like a spinning ice skater whose rotation slows as he extends his arms, the Earth-Moon distance is lengthening because Earth is spinning slower each day. The Moon’s gravitational influence is slowing Earth’s rate of rotation down by one and a half thousandths of a second every 100 years. The loss of rotational energy — angular momentum, for the physicists in the crowd — is necessarily matched by an increase in the Moon’s angular momentum, which results in a larger orbit for the Moon.

Currently, the Moon moves less than two inches a year farther away from Earth — a tiny amount, but easily measurable with modern laser-ranging devices.

Sun

By human standards, the Sun is eternal. It rises in the east every morning, sets in the west every evening, and shines brightly as it crosses the sky. Like all stars, though, the Sun undergoes constant change. Some of the changes take place over days or even minutes, others require decades, and still others require millions or billions of years.

The Sun At a Glance

Classification

G2V Main-Sequence Star

Distance from Earth

92,955,800 miles
149,597,900 km
1 Astronomical Unit (AU)

Mass

332,900 times Earth’s mass

Volume

1.3 million times Earth’s volume

Rotation Rate

25.38 Earth days (equator)

Equatorial Diameter

864,400 miles
1,391,000 km
109 times Earth’s diameter

The Sun was born about 4.6 billion years ago from the gravitational collapse of a vast cloud of gas and dust. Material in the center of the cloud was squeezed so tightly that it became hot enough to ignite nuclear fusion.

Today, the Sun continues to fuse hydrogen atoms to make helium in its core. It fuses about 600 million tons of hydrogen every second, yielding 596 million tons of helium. The remaining four million tons of hydrogen are converted to energy, which makes the Sun shine. Most of this energy is in the form of gamma-rays and X-rays. As the energy works its way to the surface — a process that takes centuries — it is absorbed by other atoms, then re-radiated at other wavelengths. When it reaches the surface, where it can escape into space, most of the energy is in the form of visible light.

The motions of the hot gas below the Sun’s surface create a powerful magnetic field. The field encircles the Sun with lines of magnetic force. These lines become entangled, forming relatively cool, dark magnetic storms on the Sun’s surface known as sunspots. Occasionally, the entangled lines “snap,” triggering enormous explosions of energy known as solar flares. Magnetic effects also pull out big streamers of hot gas from the Sun’s surface, and they heat the Sun’s thin outer atmosphere to more than one million degrees.

The number of sunspots and flares peaks every 11 years, when the Sun’s magnetic field flips over. It takes two “flips” to complete a full cycle.

The Sun will continue to burn its hydrogen for several billion years more. As it depletes the supply of hydrogen, its core will shrink and temperatures will climb high enough for it to burn helium instead. The Sun’s surface will puff up like a balloon, growing cooler, brighter, and redder, forming a red giant.

Eventually, as the Sun burns helium to form heavier elements, it will reach a critical point where fusion cannot release enough energy to form new elements, so fusion will end.

After that, the Sun will shed its outer layers, surrounding itself with a colorful bubble of gas called a planetary nebula. As the nebula dissipates, distributing carbon, oxygen, and other elements into the galaxy, only the Sun’s collapsed core will remain — a dense ball no bigger than Earth, containing about 60 percent of the Sun’s original mass. This dead remnant is called a white dwarf. Over many billions of years, the white-dwarf Sun will cool and fade from sight, leaving behind a dark cosmic ember.

What are sunspots?

Sunspots are regions on the Sun’s visible surface, or “photosphere,” where gases have been trapped by magnetic fields. The hotter material bubbling up from the Sun’s interior cannot penetrate the strong magnetic fields (about 10,000 times stronger than Earth’s), and thus are prevented from reaching the surface. These magnetic areas cool down (from about 9,800 to 6,700 degrees Fahrenheit (5,500 to 3,750 C)), so they don’t glow as brightly as the rest of the photosphere. Sunspots are actually quite bright, but appear as dark spots against their much brighter surroundings.

Sunspots have complex structures, which are caused by the geometry of the magnetic fields. The darkest area in the center, the “umbra,” is where the magnetic field is strongest. Around the edge of the sunspot, the field weakens, so this “penumbra” is a little brighter and shows radial streaks. Sometimes “light bridges” cross the umbra, like sparks jumping the gap in a spark plug.

The number of sunspots visible on the Sun’s surface varies from maximum to minimum and back again over an average period of 11 years, called the “sunspot cycle.” The most recent solar minimum occurred in December 2008. Scientists predict the next peak will occur in May 2013.

Close to the Sun

Earth snuggles closest to the Sun for the entire year during early January, less than two percent closer than the average distance of 93 million miles (150 million km). This image, from an orbiting satellite, shows “hot spots” on the Sun’s surface plus arcs of hot gas looping far into space. The image was taken in a narrow range of light that isn’t visible to the human eye. [SOHO/EIT Consortium/ESA/NASA]

Sun Power

A filament of hot gas erupts into space from the surface of the Sun in this December 6 image from NASA’s Solar Dynamics Observatory. Astronomers are still learning about the processes that create filaments and other events on the Sun’s surface. And not until the last century did they learn what powers the Sun and other stars: nuclear fusion. [NASA/SDO]

Earth’s Moon

Earth’s partner in its yearly trek around the Sun, the Moon, is geologically dead. Dried lava fields called “maria” — Latin for seas — cover its surface, along with impact craters. The maria formed about four billion years ago, when giant asteroids punched holes in the Moon’s crust, allowing molten rock to bubble to the surface, where it cooled and hardened.

Moon At a Glance

Average Distance from Earth

238,855 miles
384,400 km

Equatorial Diameter

2,159 miles
3,475 km

Length of Day

27.3 Earth days

Surface Gravity

17 percent that of Earth

Earth and the Moon are more like a double planet than a planet and a moon. The Moon is quite large in comparison to Earth — about one-quarter of Earth’s diameter. The two gravitationally interact with each other, most famously causing Earth’s ocean tides.

The interaction has other important consequences. Over time, the Moon’s rotation has become tidally locked, so that the same side of the Moon always faces Earth. And the Moon acts to stabilize a “wobble” in Earth’s axis. Over billions of years, this has led to a much more stable climate, which was friendly to the evolution of life. The Earth-Moon interaction also slows Earth’s rotation by about two milliseconds per day per century.

The Moon probably formed in a “big whack.”

The theory arose after scientists analyzed the rocks brought to Earth by Apollo astronauts and Soviet Luna probes, as well as the readings of seismometers left on the lunar surface to record “moonquakes.”

Their studies showed that the Moon’s composition closely resembles that of Earth’s crust and mantle. From this, scientists concluded that a Mars-sized body hit Earth within a few million years of its formation. The impact vaporized much of the material in Earth’s crust and mantle and blasted them into space, forming a ring around the planet. This material quickly coalesced to form the Moon — Earth’s steady companion in its never-ending trek around the Sun.

The Distance Between Earth and the Moon is Increasing

Just like a spinning ice skater whose rotation slows as he extends his arms, the Earth-Moon distance is lengthening because Earth is spinning slower each day. The Moon’s gravitational influence is slowing Earth’s rate of rotation down by one and a half thousandths of a second every 100 years. The loss of rotational energy — angular momentum, for the physicists in the crowd — is necessarily matched by an increase in the Moon’s angular momentum, which results in a larger orbit for the Moon.

Currently, the Moon moves less than two inches a year farther away from Earth — a tiny amount, but easily measurable with modern laser-ranging devices.

RAMADHAN 27

Februari 22, 2013

Saya menerima dua email dari saudara-saudaraku, yang satu merupakan tulisannya ketika ditengah perjalanan menuju kantornya [Ir. Triyoni], dan yang satu lagi meminta saya untuk melihat sendiri apa yang terpampang dalam suatu blog [Ir. Nurhadi].

Saya tidak akan memberikan komentar untuk kedua-duanya, kecuali

“ASTAGHFIRULLAH,

Ya Allah maafkanlah kami dan para pemimpin kami
yang telah menyia-nyiakan segala nikmat dan karunia
yang telah Engkau anugerahkan kepada negeri kami,
dan walau begitu
Engkau masih saja menyayangi dan merahmati kami semua.

Ya Allah aku mohonkan ampunan kepada Mu
bagi kami seluruh rakyat dan pemimpin bangsa ini,
berikanlah taufiq serta hidayah-Mu
agar kami dapat bersyukur
atas segala yang telah engkau limpahkan
yang selama ini telah kami terbengkalaikan.

Ya Allah mudahkanlah bagi bangsa kami dan pemimpin kami
untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini,
suatu negeri yang bangsanya
bersatu, aman sejahtera, adil dan makmur
serta dalam ampunan dan ridho-Mu.

Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur.

Amien ya Rabbal Alamien.

Kabulkanlah doa kami ya Allah.”

 

Dan inilah kata Bung Karno [setengah abad silam]

Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja,
para kawula iyeg rumagang ing gawe,
tebih saking laku cengengilan adoh saking juti.
Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote,
labet saking tan wonten sansayangi margi.
Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku.
Bebek, ayam, raja kaya enjang medal ing panggenan,
sore bali ing kandange dewe-dewe
.

 

Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya, warengnya-udeg-udegnya, gantung siwurnya.

 [Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960]

 

Dan sejarah akan menulis: di sana di antara benua Asia dan Australia, antara Lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula-mula mencoba untuk kembali hidup sebagai bangsa, tetapi akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara bangsa-bangsa, kembali menjadi : een natie van koelies, en een kolie onder de naties. Maha Besarlah Tuhan yang membuat kita sadar kembali sebelum kasip.

[Pidato HUT Proklamasi, 1963]

 

Kalau bangsa bangsa yang hidup di padang pasir yang kering dan tandus bisa memecahkan persoalan ekonominya kenapa kita tidak? Kenapa tidak? Coba pikirkan !

  1. Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang belum digali, adalah melimpah-limpah.
  2. Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita berjiwa 100 juta manusia.
  3. Rakyat Indonesia sangat rajin, dan memiliki ketrampilan yang sangat besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri.
  4. Rakyat memiliki jiwa Gotong-royong, dan ini dapat dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan Funds and forces.
  5. Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi di bidang politik tinggi, di bidang sosial tinggi, di bidang kebudayaan tinggi, tentunya juga di bidang ekonomi dan perdagangan.
  6. Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi, “tempe”. Kita di zaman purba pernah menguasai perdagangan di seluruh Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau Afrika atau Tiongkok.

[Pidato HUT Proklamasi, 1963]

CATATAN :
Saya kutipkan dari kumpulan kata-kata mutiara Bung Karno

 

Negara Merugi

 

Menurut saya, mengelola negara sama saja dengan mengelola perusahaan dan mengelola keluarga. Yang dikelola oleh negara adalah kekayaan alam, sarana yang dibangun untuk mengelola negara, salah satunya adalah infrastruktur dan penduduk.

 

Dalam pengelolaan itu ada transaksi, katakanlah jual beli. Jual beli tidak semata-mata barang yang jelas wujudnya, tapi juga jasa. Pemerintah selaku pengelola negara, seharusnya mendapatkan untung dalam pengelolaan ini melalui transaksi jual beli. Keuntungan negara akan dirasakan oleh penduduk (rakyat) berupa benefit-benefit, bisa berupa sekolah gratis, rumah sakit gratis, transportasi gratis.

 

Dalam mengelola negara, pemerintah perlu biaya untuk membayar karyawannya (pegawai negeri) dengan segala fasilitasnya. Biaya pegawai ini diperoleh dari iuran penduduk (pajak) dan tentu saja seharusnya diambil dari sebagaian keuntungan mengelola negara.

 

Pemerintah (kita) memiliki modal yang cukup, bahkan berlimpah untuk mengelola negara. Kekayaan alam negara kita yang se-abreg2, yang selalu disebut2 oleh guru kita dan tertulis juga dalam buku2 pelajaran, dulu, rasanya sekarang tidak terlalu kita rasakan manfaatnya, benefitnya, untungnya saat ini. Kekayaan tambang, emas, batubara, minyak bumi, kekayaan hutan, kayu log dan seisinya, kekayaan laut, kekayaan budaya, seakan-akan hanya ada di tulisan dan buku sejarah dan kewiraan saja. Berita yang santer justru menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan asing, swasta nasional menjadi ‘kuaya-ruaya’ bahkan pemiliknya masuk nominasi orang terkaya didunia karena sukses, berhasil ‘mengelola’ kekayaan negara.

 

Miris rasanya mendengar kisah negara tetangga yang amat minim kekayaan alamnya, terutama bila ditinjau dari perbandingan luasan negara, sukses mengelola negaranya. Mereka termasuk negara untung, tidak merugi. Lho kok bisa?

 

Mengelola kekayaan alam adalah hal mudah, hal tersulit yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah mengelola manusianya, penduduk, pegawai di negara ini. Mengelola kekayaan alam adalah mengelola barang mati, jauh lebih mudah dari mengelola manusia yang punya akal, pikiran dan perasaan.

 

Saya ingat bagaimana guru SMA kita dipinjam oleh M’sia untuk membangun SDMnya pada tahun 1970’an, sekarang pembangun SDM itu sdh tampak jelas hasilnya, Petronas sudah membuka outletnya di Indonesai, BII sdh menjadi Maybank, dan banyak lagi. S’pore yang tidak meminjam SDM Indonesia untuk mendidik warga, berhasil membangun sendiri. Pemimpinnya yang berasal dari negeri Cina, lebih tahu bagaimana membangun warganya yang memang sebagian besar berasal dr Cina juga, tidak perlu pinjam dari negara tetangga.

 

Kita berada di Indonesia, prihatin dengan kondisi SDM kita sendiri, paling mudah dilihat kondisi itu dari para pemimpin dan pengelola negara ini, isinya korupsi, saling menghujat, berlomba2 mencari pengaruh, kekuasaan yang ujung2nya kekayaan untuk kepentingan dirinya, kelompoknya, tapi mengatas-namakan kepentingan rakyat. Ironis, sungguh, temenan! Sudah banyak juga kritikus kita yang menguraikan hal-hal ini, tapi tak digubris atau mungkin tak terdengar. Tsummum bukmun…*).ha ha ha saya gak hafal benar ayat itu, seingat saya di Al Baqarah. Mungkin cocok menggambarkan sifat pemimpin kita. Mhn koreksi kalo salah pak.

 

Hendaknya kita harus interospeksi diri, mengevaluasi diri, janganlah kita termasuk seperti orang2, pemimpin yang seperti tersebut di atas, kita harus mampu membuktikan apakah kita mampu menjadi pemimpin yang baik untuk diri kita dan keluarga kita sendiri, sebelum kita membangun masyarakat yang lebih luas.

 

Ayo kita mulai dari sekarang, mulai dari diri kita, keluarga kita, menjaga kesehatan diri kita sendiri agar kita mampu memperkaya diri dengan ilmu dengan cara yang benar sesuai syariat agama kita, lalu memperkaya diri kita dengan harta yang berlimpah. Dengan kesehatan & ilmu pengetahuan kita dapat mengamalkan tenaga dan pikiran kita, dengan kekayaan kita dapat memberikan apa saja yang kita miliki untuk membantu orang lain. Maka kesehatan, ilmu dan harta perlu dipelihara agar kita punya kesempatan setiap saat untuk memberikan tenaga pikiran dan harta tersebut untuk orang2 yang membutuhkan.

 

Alangkah indahnya bila negara kita dikelola oleh orang2 seperti itu, dengan demikian, negara selalu memiliki sumber daya yang cukup untuk membangun sarana bagi penduduk & warganya, meskipun jalan toll dibangun secara bertahap, negara masih cukup punya dana untuk membangun sarana- sarana sementara untuk menghindari kemacetan. Kalo sdh tidak punya uang memang sulit berbuat apa saja untuk ‘membahagiakan’ penduduknya, tapi lebih susah lagi pas punya uang lupa pada penduduknya….. Oaalah le leee…!!!!

 

Negoro sugih, ombo, tapi ora nduwe duit nggo mangan, urip. Trus nyewakno omah, lahan nggo wong laine, wong lio sing sugih, awak dewe tetep mlarat, mergo ora amanah, sidiq and fatona.

 

Tulisan ini adalah nasehat (minimal) untuk diri saya sendiri, dengan demikian saya akan malu untuk mengingkarinya….

 

Thanks pak for listening and reading

 

*) Catatan tambahan :

Mungkin yang lebih cocok, ayat yang terjemahnya disyairkan oleh Bimbo “ Punya mata tapi tak melihat, punya telinga tapi tak mendengar        dan seterusnya  ” Yang diakhiri dengan “ulaaika kal an’aam, bal hum adzol

 

 

Negara Terkaya Di Dunia Yang Luput Dari Perhatian

Banyak sebenarnya yang tidak tahu dimanakah negara terkaya di planet bumi ini, ada yang mengatakan Amerika, ada juga yang mengatakan negera-negara di timur tengah. tidak salah sebenarnya, contohnya Amerika. negara super power itu memiliki tingkat kemajuan teknologi yang hanya bisa disaingi segelintir negara, contoh lain lagi adalah negara-negara di timur Tengah.

Rata-rata negara yang tertutup gurun pasir dan cuaca yang menyengat itu mengandung jutaan barrel minyak yang siap untuk diolah. tapi itu semua belum cukup untuk menyamai negara yang satu ini. bahkan Amerika, Negara-negara timur tengah serta Uni Eropa-pun tak mampu menyamainya.

Dan inilah negara terkaya di planet bumi yang luput dari perhatian warga bumi lainya. warga negara ini pastilah bangga jika mereka tahu. tapi sayangnya mereka tidak sadar “berdiri di atas berlian” langsung saja kita lihat profil negaranya.

Wooww… Apa yang terjadi? apakah penulis (saya) salah? tapi dengan tegas saya nyatakan bahwa negara itulah sebagai negara terkaya di dunia. tapi bukankah negara itu sedang dalam kondisi terpuruk? hutang dimana-mana, kemiskinan, korupsi yang meraja lela, kondisi moral bangsa yang kian menurun serta masalah-masalah lain yang sedang menyelimuti negara itu.

Baiklah mari kita urai semuanya satu persatu sehingga kita bisa melihat kekayaan negara ini sesungguhnya.

  1. 1.      Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia. namanya PT Freeport.

Apa saja kandungan yang di tambang di Freeport? ketika pertambangan ini dibuka hingga sekarang, pertambangan ini telah mengasilkan 7,3 JUTA ton tembaga dan 724,7 JUTA ton emas. saya (penulis= suranegara) mencoba meng-Uangkan jumlah tersebut dengan harga per gram emas sekarang, saya anggap Rp. 300.000. dikali 724,7 JUTA ton emas/ 724.700.000.000.000 Gram dikali Rp 300.000. = Rp.217.410.000.000.000.000.000 Rupiah!!!!! ada yang bisa bantu saya cara baca nilai tersebut? itu hanya emas belum lagi tembaga serta bahan mineral lain-nya.

Lalu siapa yang mengelola pertambangan ini? bukan negara ini tapi AMERIKA! prosentasenya adalah 1% untuk negara pemilik tanah dan 99% untuk amerika sebagai negara yang memiliki teknologi untuk melakukan pertambangan disana. bahkan ketika emas dan tembaga disana mulai menipis ternyata dibawah lapisan emas dan tembaga tepatnya di kedalaman 400 meter ditemukan kandungan mineral yang harganya 100 kali lebih mahal dari pada emas, ya.. dialah URANIUM! bahan baku pembuatan bahan bakar nuklir itu ditemukan disana. belum jelas jumlah kandungan uranium yang ditemukan disana, tapi kabar terakhir yang beredar menurut para ahli kandungan uranium disana cukup untuk membuat pembangkit listrik Nuklir dengan tenaga yang dapat menerangi seluruh bumi hanya dengan kandungan uranium disana. Freeport banyak berjasa bagi segelintir pejabat negeri ini, para jenderal dan juga para politisi busuk, yang bisa menikmati hidup dengan bergelimang harta dengan memiskinkan bangsa ini. Mereka ini tidak lebih baik darip

 

  1. 2.      Negara ini punya cadangan gas alam TERBESAR DI DUNIA! tepatnya di Blok Natuna.

Berapa kandungan gas di blok natuna? Blok Natuna D Alpha memiliki cadangan gas hingga 202 TRILIUN kaki kubik!! dan masih banyak Blok-Blok penghasil tambang dan minyak seperti Blok Cepu dll. DIKELOLA SIAPA? EXXON MOBIL! dibantu sama Pertamina

3. Negara ini punya Hutan Tropis terbesar di dunia.

Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia.

Letaknya di pulau Sumatra, Kalimantan Sulawesi dan Irian. Sebenarnya jika negara ini menginginkan kiamat sangat mudah saja buat mereka. tebang saja semua pohon di hutan itu makan bumi pasti kiamat. karena bumi ini sangat tergantung sekali dengan hutan tropis ini untuk menjaga keseimbangan iklim karena hutan hujan Amazon tak cukup kuat untuk menyeimbangkan iklim bumi. dan sekarang mereka sedikit demi sediki telah mengkancurkanya hanya untuk segelintir orang yang punya uang untuk perkebunan dan lapangan Golf. sungguh sangat ironis sekali.

4. Negara ini punya Lautan terluas di dunia.

dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain.

 

 

Saking kaya-nya laut negara ini sampai-sampai negara lain pun ikut memanen ikan di lautan negara ini.

5. Negara ini punya jumlah penduduk terbesar ke 4 didunia.

Dengan jumlah penduduk segitu harusnya banyak orang-orang pintar yang telah dihasilkan negara ini, tapi pemerintah menelantarkan mereka-mereka. sebagai sifat manusia yang ingin bertahan hidup tentu saja mereka ingin di hargai. jalan lainya adalah keluar dari negara ini dan memilih membela negara lain yang bisa menganggap mereka dengan nilai yang pantas.

6. Negara ini memiliki tanah yang sangat subur.

Karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan.

Jika dibandingkan dengan negara-negara timur tengah yang memiliki minyak yang sangat melimpah negara ini tentu saja jauh lebih kaya. coba kita semua bayangkan karena hasil mineral itu tak bisa diperbaharui dengan cepat. dan ketika seluruh minyak mereka telah habis maka mereka akan menjadi negara yang miskin karena mereka tidak memiliki tanah sesubur negara ini yang bisa ditanami apapun juga. bahkan tongkat kayu dan batu jadi tanaman.

7. Negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis

Dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. dari puncak gunung hingga ke dasar laut bisa kita temui di negara ini.

Negara ini sangat amat kaya sekali, tak ada bangsa atau negara lain sekaya INDONESIA! tapi apa yang terjadi?

untuk EXXON MOBIL OIL, FREEPORT, SHELL, PETRONAS dan semua PEJABAT NEGARA yang menjual kekayaan Bangsa untuk keuntungan negara asing, diucapkan TERIMA KASIH.

Sebuah cerita mungkin akan bisa menggambarkan Indonesia saat ini silahkan disimak

 

Ketika Tuhan Menciptakan Indonesia

 

Suatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakan- Nya. Malaikat pun bertanya, “Apa yang baru saja Engkau ciptakan, Tuhan?” “Lihatlah, Aku baru saja menciptakan sebuah planet biru yang bernama Bumi,” kata Tuhan sambil menambahkan beberapa awan di atas daerah hutan hujan Amazon. Tuhan melanjutkan, “Ini akan menjadi planet yang luar biasa dari yang pernah Aku ciptakan. Di planet baru ini, segalanya akan terjadi secara seimbang”.

Lalu Tuhan menjelaskan kepada malaikat tentang Benua Eropa. Di Eropa sebelah utara, Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluang dan menyenangkan seperti Inggris, Skotlandia dan Perancis. Tetapi di daerah itu, Tuhan juga menciptakan hawa dingin yang menusuk tulang.

Di Eropa bagian selatan, Tuhan menciptakan masyarakat yang agak miskin, seperti Spanyol dan Portugal, tetapi banyak sinar matahari dan hangat serta pemandangan eksotis di Selat Gibraltar.

Lalu malaikat menunjuk sebuah kepulauan sambil berseru, “Lalu daerah apakah itu Tuhan?” “O, itu,” kata Tuhan, “itu Indonesia. Negara yang sangat kaya dan sangat cantik di planet bumi. Ada jutaan flora dan fauna yang telah Aku ciptakan di sana. Ada jutaan ikan segar di laut yang siap panen. Banyak sinar matahari dan hujan. Penduduknya Ku ciptakan ramah tamah,suka menolong dan berkebudayaan yang beraneka warna. Mereka pekerja keras, siap hidup sederhana dan bersahaja serta mencintai seni.”

Dengan terheran-heran, malaikat pun protes, “Lho, katanya tadi setiap negara akan diciptakan dengan keseimbangan. Kok Indonesia baik-baik semua. Lalu dimana letak keseimbangannya? ”

Tuhan pun menjawab dalam bahasa Inggris,
“Wait, until you see the idiots I put in the government.”
(tunggu sampai Saya menaruh ‘idiot2’ di dalam pemerintahannya)

Dan untuk rasa terima kasih untuk Kemerdekaan Indonesia yang ke 65 tahun, kami pemuda-pemudi Indonesia memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada pejuang yang telah mengorbankan keringat,  darah dan air mata mereka untuk bangsa yang tidak tahu terima kasih ini.

“Indonesia tanah air beta
disana tempat lahir beta,
dibuai dibesarkan bunda,
tempat berlindung di hari Tua…
Hingga nanti menutup mata”

http://kotakhitamdunia.blogspot.com/2011/08/negara-terkaya-di-dunia-yang-luput-dari.html?m=1

CATATAN :
lirik lagu yang sebenarnya saya sertakan di halaman berikut. Jika dinyanyikan dengan sepenuh hati dalam keadaan begini, air mata membasahi pipi, adalah sudah biasa. Inilah lirik lengkapnya.

Indonesia Pusaka

Karangan / Ciptaan : Ismail Marzuki

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Reff :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata

Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya

Reff :
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi

RAMADHAN 26

Februari 22, 2013

 

Jika tanggal 17 Agustus, yang setiap bulan kita “peringati” dengan melakukan upacara bendera, khususnya para anggota KORPRI – alias Pegawai Negeri Sipil plus plus – dan setahun sekali oleh seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka berada [kecuali yang di akhirat kali ay]. 17 Agustus 1945 menggegerkan dunia, suatu bangsa yang setelaha sekian ratus tahun dijajah menyatakan kemerdekaannya pada jam 10;05 Waktu Jawa, diakhir suatu rangkaian peristiwa berakhirnya Perang Dunia ke II, yang juga berlangsung di Asia-Pasifik.

Besok, 27 Agustus seyogyanyalah kita memeringatinya, karena disaat itu Indonesia [Hindia Belanda sebutannya waktu itu] menggegerkan dunia, dan betul-betul menggegerkan dalam artian yang sebenarnya. Suara menggelegar muncul dari bawah laut menembus angkasa yang terdengar sampai ribuan kilometer jauhnya, melintasi pulau-pulau, lautan dan benua, bahkan di seluruh penjuru dunia. Suara terdahsyat dalam sejarah kehidupan manusia, 180 decibel pada jam 10:20 [apa WIB apa Waktu Jawa ya]. Gelombang suaranya [shockwaves] diyakini mengelilingi dunia sampai 7 [tujuh] kali [koq kayak thawaf di Baitullah ya] dan memengaruhi penunjukan barometer selama 5 [lima] hari.

Konon, tetapi bukan katanya-katanya ala Nazaruddin, butiran debunya menyebabkan perubahan warna langit di saat matahari terbenan selama berbulan-bulan, dan yang hebatnya lagi konon menyebabkan pendinginan bumi secara global selama abad 20 yang lalu. Tak lain, kesemuanya itu disebabkan oleh letusan gunung Krakatao [orang asing menyebutnya Krakatoa – lidahnya kebolak-balik alias kamisosolen kali ya] pada tahun 1883 atau 128 tahun silam.

Jadi, jika sekarang orang di dunia ini meributkan tentang pemanasan global dan berbagai dampaknya bagi kehidupan di bumi, sesungguhnyalah sangat mudah bagi Allah swt untuk mendinginkannya jika Dia berkehendak. Dengan satu gunung sekelas Krakatau, dunia akan mendingin dengan sendirinya, selama beberapa puluh tahun mendatang.

Untuk itu, Krakatau telah rela mengubah dirinya yang semula gagah perkasa menjadi debu dan mengakibatkan belasan puluh ribu orang yang berada di sekitarnya meninggal dunia akibat dari gelombang pasang yang melanda pantai Sumatra dan Jawa yang berada tidak jauh darinya.

Masih ingat dengan nama pegunungan di Pulau Sulawesi, yang namanya Pegunungan Verbeek? Mungkin nama itu diambil dari nama seorang penjelajah dan sekaligus ahli geologi yang juga menyaksikan letusan Krakatau di saat itu. Konon dia berada di pantai Selat Sunda, disaat gunung Krakatau sedang mulai menunjukkan aktifitasnya, mungkin seperti pada saat dinyatakan Waspada dimasa sekarang. Tetapi kemudian dia pergi ke Bogor [base penelitiannya waktu itu] sehingga selamat tetapi dengan penuh penyesalan, karena dia mengabaikan berbagai fakta dan fenomena yang disampaikan masyarakat dan merasa aman dengan jarak yang cukup jauh dari kawah gunung Krakatoa tersebut. Konon dialah kemudian yang menjadi bapak dari ilmu geologi modern, khususnya yang berkenaan dengan kegunung-apian. [Saya kemarin berkesempatan menyaksikan film tentang meletusnya Gunung Krakatau pada 1883 tersebut dari stasiun BBC Knowledge yang dibuat dari catatan pribadinya, keterangan sakasi-mata dan hasil wawancara. Sayang, tak lagi punya recorder].

 

Dan Indonesia sudah mencatatkan rekor letusan gunung berapi beberapa kali, yang lainnya adalah Gunung Tambora dan “Gunung Toba”. Dan ternyata letusan Krakatau 1883, masih belum mengalahkan rekor yang dicapai Gunung Tambora pada 10 April 1815, apalagi untuki menandingi letusan Gunung Toba yang menyebabkan terbentuknya Danau Toba di Sumatra.

 

Gunung Tambora, yang bersamaan dengan dikalahkannya Napoleon, menyebabkan ketiadaan musim panas selama setahun di belahan bumi utara, yang menyebabkan berbagai penyakit dan kelaparan karena gagal panen. Dan kalau Gunung Toba, menyebabkan musim dingin selama beberapa tahun, dan konon menjadi salah satu penyebab musnahnya kelas dinosaurus. Subhanallah.

Tentu masih segar dalam ingatan kita, letusan Gunung Merapi 2010 kemarin, yang konon hanya mencapai skala 4 VEI, yang belum sampai 1 km3 [kilometer kubik] walau sudah >0,1 km3 . Konon letusan Krakatao 1883 dan Pinatubo 1991 [Philipina] pada skala yang lebih tinggi, yaitu 5 VEI. Skala VEI ini, sama seperti skala Richter, satu satuan naiknya 10 x lipat, karena menggunakan skala logaritmis. Pada saat Pinatubo meletus, walau dampaknya tidak sampai seperti Krakatao, tetapi menyebabkan ditutupnya suatu pangkalan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat di sana, karena tertutup debu yang sangat tebal, dan biaya untuk merestorasinya akan sangat besar, mungkin lebih murah bikin pangkalan baru.

Tambora pada skala 7 VEI, memuntahkan lahar lebih dari 100 km3 atau 100.000.000.000 m3. Kalau dikumpulkan dan dijual ke kontraktor bangunan dengan harga Rp 10.000,00 per m3, maka nilai letusannya adalah 1.000.000.000.000.000,00 rupiah, satu dengan 15 nol alias 1×1015 kalau dituliskan secara saintifik. Bayangkan kalau Toba, yang skala 8 VEI. Subhanallah.

Begitu mudah bagi Allah swt, untuk memengaruhi iklim dan keadaan di bumi ini. Dan itulah dinamika alami yang ada di bumi ini. Jika kita lihat dari sisi “mudharat”nya, seakan-akan Tuhan sedang marah dan menyiksa makhluk yang merupakan hamba-Nya, setapi jangan lupa akan sisi manfaat yang ditimbulkan dari berbagai dinamika bumi berupa letusan tersebut.

Toba sepertinya sudah terlelap dalam tidurnya, Tambora masih tidur siang beristirahat sejenak, dan Krakatau – anaknya – masih tumbuh terus dan sesekali terbangun oleh hiruk pikuknya bangsa ini. Sedang teman-temannya yang lain, seakan berlomba menunjukkan eksistensinya di bumi pertiwi ini, berkontribusi dalam memberikan kesuburan pada tanah-tanah di sekitarnya.

Esok adalah ulang tahun meletusnya Krakatau yang ke 2 pangkat 2 pangkat 2 pangkat 2 pangkat 2 pangkat 2, atau yang ke…128. Mungkinkah ada gunung berapi di Indonesia yang akan meletus dengan skala seperti Krakatau, Tambora atau bahkan Toba? Mungkin saja, tetapi mungkin disaat kita sudah meninggalkan dunia yang fana ini. Hanya Allah swt yang mengetahui. Sesungguhnya Dia mengetahui apa-apa yang sudah dan akan terjadi di seluruh alas semesta ini. Bukan saja di bumi,

Maha Suci Engkau ya Allah. Yang menjadikan bumi ini, dan selalu menjaga keseimbangannya selama ini dan untuk masa-masa yang akan datang, yang hanya Engkau sajalah yang mengetahui kapan akhir dari bumi ini. Kami meyakini, bahwa Engkau akan selalu menjaga apa-apa yang telah Engkau ciptakan dengan indanya ini, dan dipenuhi dengan berbagai keseimbangan yang sangat dinamis. Peranan manusia dalam menggeser keseimbangan tersebut akan diterima dengan berbagai konsekwensi yang akan ditanggungnya.

Wa Allahu a’lam

 

Saifuddien Sjaaf Maskoen

 

Catatan :
Dari daftar dibawah, kebanyakan letusan sangat besar terjadi pada masa yang sangat lalu, dan untuk masa kini relatif sudah mengecil dan Indonesia banyak punya saham, dan ada yang beberapa kali, seperti Gunung Kelud.

The eruptions of Krakatoa 1883 culminated in a colossal explosion that blew the island apart in one of the largest eruptions in history. Published in the magazine Allt om Historia, 2006.

Examples of eruptions by VEI

See also: World’s largest eruptions

VEI

Volcano (eruption)

Year

0

Hoodoo Mountain 9000 BP?

0

Mount Tambora (1967 eruption) 1967

0

Mauna Loa 1984

0

Lake Nyos 1986

0

Piton de la Fournaise 2004

1

Wells Gray-Clearwater volcanic field 1500?

1

Kilauea 1983–present

1

Nyiragongo 2002

2

Mount Hood 1865–1866

2

Kilauea 1924

2

Cordón Caulle 1960

2

Tristan da Cunha 1961

2

Mount Usu 2000–2001

2

Whakaari/White Island 2001

2

Mount Sinabung (2010 eruption) 2010

3

Mount Garibaldi 9,300 BP

3

Nazko Cone 7,200 BP

3

Mount Edziza 950 CE ± 1000

3

Mount Vesuvius 1913–1944

3

Surtsey 1963–1967

3

Eldfell 1973

3

Nevado del Ruiz 1985

3

Mount Ruapehu 1995-1996

3

Hekla 2000

3

Mount Etna 2002–2003

4

La Soufriere 1902

4

Mount Pelée 1902

4

Grímsvötn 1902

4

Mount Lolobau 1911

4

Sakurajima 1914

4

Tungurahua 1916

4

Agrihan 1916

4

Katla 1918

4

Kelud 1919

4

Manam 1919

4

Raikoke 1924

4

Iriomotejima 1924

4

Avachinsky 1924

4

Komagatake 1929

4

Kliuchevskoi 1931

4

Mount Aniakchak 1931

4

Volcan De Fuego 1932

4

Suoh 1933

4

Kuchinoerabujima 1933

4

Rabaul 1937

4

Parícutin 1943–1952

4

Avachinsky 1945

4

Sarychev Peak 1946

4

Hekla 1947

4

Ambrym 1950

4

Mount Lamington 1951

4

Kelud 1951

4

Bagana 1952

4

Mount Spurr 1953

4

Carran-Los Venados 1955

4

Shiveluch 1964

4

Taal 1965

4

Kelud 1966

4

Mount Awu 1966

4

Fernandina 1968

4

Tiatia 1973

4

Volcan De Fuego 1974

4

Tolbachik 1975

4

Mount Augustine 1976

4

Alaid 1981

4

Pagan 1981

4

Galunggung 1982

4

Colo 1983

4

Mount Augustine 1986

4

Chikurachki 1986

4

Kliuchevskoi 1987

4

Kelud 1990

4

Mount Spurr 1992

4

Lascar 1993

4

Rabaul 1994

4

Shishaldin 1999

4

Ulawun 2000

4

Shiveluch 2001

4

Ruang 2002

4

Reventador 2002

4

Manam 2004

4

Rabaul 2006

4

Mount Okmok 2008

4

Chaiten 2008

4

Kasatochi 2008

4

Sarychev Peak 2009

4

Eyjafjallajökull (2010 eruption) 2010

4

Mount Merapi 2010

4

Grímsvötn 2011

4

Puyehue-Cordón Caulle 2011

4

Nabro 2011

5

Hekla (Hekla 3 eruption) 1021 BCE + 130/- 100

5

Mount Meager ≈ 2350 BP)

5

Mount Vesuvius (Pompeian eruption) 79 CE

5

Mount Edgecumbe/Pūtauaki ≈ 300 CE

5

Mount Fuji 1707-1708

5

Katla 1721

5

Mount Tarumae 1739

5

Katla 1755

5

Mount St. Helens 1800

5

Mount Mayon 1814

5

Galunggung 1822

5

Cosiguina 1835

5

Shiveluch 1854

5

Askja 1875

5

Mount Tarawera 1886

5

Ksudach 1907

5

Colima 1913

5

Cerro Azul 1932

5

Kharimkotan 1933

5

Bezymianny 1956

5

Mount Agung 1963

5

Mount St. Helens 1980

5

El Chichón 1982

5

Mount Hudson 1991

6

Galeras 560,000 BP

6

Roccamonfina Caldera 385,000 BP

6

Uzon-Geyzernaya calderas 280,000 BP

6

Mount Aso 270,000 BP

6

Emmons Lake caldera 233,000 BP

6

Kos-Nisyros Caldera 233,000 BP

6

Mount Aso 140,000 BP

6

Mount Aso 120,000 BP

6

Sierra La Primavera 95,000 BP

6

Morne Diablotins 30,000 BP

6

Mount Vesuvius 18,300 BP

6

Emmons Lake caldera 17,000 BP

6

Laacher See 12,900 BP?

6

Nevado de Toluca 10,500 BP

6

Ulleungdo 8750 BCE

6

Mount Okmok 8300 BP

6

Grímsvötn 8230 BCE ± 50

6

Mount Etna 8000 BP?

6

Lvinaya Past 7480 BCE

6

Mount Pinatubo 7460 BCE

6

Fisher Caldera 7420 BCE

6

Karymsky 6600 BCE

6

Sakurajima 6200 BCE

6

Menengai 6050 BCE

6

Crater Lake 5900 BCE

6

Khangar 5700 BCE

6

Tao-Rusyr Caldera 5550 BCE

6

Lake Mashū 5550 BCE

6

Mount Aniakchak ≈ 5250 BCE

6

Mount Hudson ≈ 4750 BCE

6

Macauley Island ≈ 4360 BCE

6

Masaya ≈ 4050 BCE

6

Pago ≈ 4000 BCE

6

Taal ≈ 3580 BCE

6

Mount Pinatubo ≈ 3550 BCE

6

Long Island ≈ 2040 BCE

6

Black Peak ≈ 1900 BCE

6

Mount Hudson ≈ 1890 BCE

6

Mount St. Helens ≈ 1860 BCE

6

Mount Veniaminof 1750 BCE

6

Mount Vesuvius (Avellino eruption) 1660 BCE ± 43

6

Mount Aniakchak ≈ 1645 BCE

6

Taupo ≈ 1460 BCE

6

Pago ≈ 1370 BCE

6

Mount Pinatubo ≈ 1050 BCE

6

Raoul Island ≈ 250 BCE

6

Mount Okmok ≈ 100 BCE

6

Apoyeque ≈ 50 BCE

6

Ambrym ≈ 50 CE

6

Mount Churchill ≈ 60 CE

6

Ksudach 240 CE

6

Ilopango 450 CE ± 30

6

Rabaul 540 CE

6

Mount Churchill (White River Ash) ≈ 700 CE)

6

Pago 710 CE

6

Dakataua 800 CE

6

Ceboruco 930 CE

6

Katla (Eldgjá) 934

6

Baekdu Mountain (Tianchi eruption) 969 CE ± 20

6

Quilotoa 1280

6

Kuwae 1452 or 1453

6

Bárðarbunga 1477

6

Billy Mitchell 1580

6

Huaynaputina 1600

6

Kolumbo 1650

6

Long Island 1660

6

Laki 1783

6

Krakatoa 1883

6

Santa María 1902

6

Novarupta 1912

6

Mount Pinatubo 1991

7

Sesia Valley caldera 280 Ma (million years ago)[2]

7

Bennett Lake Volcanic Complex 50 Ma (million years ago)

7

Valles (Lower Bandelier eruption) 1.47 Ma (million years ago)

7

Yellowstone (Mesa Falls eruption) 1.3 Ma (million years ago)

7

Valles (Upper Bandelier eruption) 1.15 Ma (million years ago)

7

Mangakino Caldera Ma (million years ago)

7

Long Valley Caldera (Bishop eruption) 759,000 BP

7

Diamante Caldera 450,000 BP

7

Maninjau 280,000 BP

7

Reporoa Caldera 230,000 BP

7

Maroa Caldera 230,000 BP

7

Rotorua Caldera 220,000 BP

7

Mount Aso 90,000 BP

7

Atitlán (Los Chocoyos eruption) 84,000 BP

7

Maninjau Caldera 52,000 BP

7

Okataina Volcanic Complex 50,000 BP

7

Kurile (Golygin eruption) 41,500 BP

7

Campi Flegrei 37,000 BP

7

Aira Caldera 22,000 BP

7

Kurile (Ilinsky eruption) ≈6400 BCE

7

Crater Lake (Mount Mazama eruption) ≈5700 BCE

7

Kikai (Akahoya eruption) ≈5300 BCE

7

Thera (Minoan eruption) 1620s BCE

7

Taupo (Hatepe eruption) 186 CE

7

Mount Tambora (1815 eruption) 1815

8

Scafells Ordovician

8

Glen Coe 420 Ma (million years ago)

8

Siberian Traps 251–250 Ma (million years ago)

8

La Garita Caldera 27 Ma (million years ago)

8

Yellowstone (Huckleberry Ridge eruption) 2.2 Ma (million years ago)

8

Galán 2.2 Ma (million years ago)

8

Yellowstone (Lava Creek eruption) 640,000 BP

8

Whakamaru (Whakamaru Ignimbrite/Mount Curl Tephra) 254,000 BP

8

Toba 69,000–77,000 BP

8

Taupo (Oruanui eruption) 26,500 BP

RAMADHAN 25

Februari 22, 2013

Waktu terus berjalan, dan hari ini memasuki hari ke 25 yang agak sulit untuk ditetapkan sebagai H-6 atau H-5, tergantung kapan Hari H-nya. Mengapa? Tidak lain, tidak bukan, karena di wilayah tanah air Indonesia, kemungkinan besar akan berbeda mengingat adanya perbedaan cara penetapannya oleh masyarakat, organisasi keagamaan dan pemerintah.

Jalanan antar kota, terutama dari Jakarta dan sekitarnya serta pusat-pusat urban lainnya menuju daerah asal pekerja migran [mengambil istilah yang digunakan di RRC untuk pekerja dari daerah] akan menjadi bertambah ramai, dan tidak tertutup kemungkinan untuk timbul kemacetan-kemacetan yang disebabkan oleh beban jalan yang tak tertanggungkan, akibat banyaknya kendaran dan adanya penyempitan di beberapa tempat karena berbagai sebab. [Sudah terjadi malam tadi di Cikopo, Toll Jakarta-Cikampek]

Upaya yang dilakukan pemerintah, sepertinya sudah maksimal untuk memuluskan jalan-jalan yang akan dilalui pemudik, tetapi seperti biasanya, yang akan ditonjolkan dalam pemberitaan adalah kelemahan atau kekurangannya. Mungkin ini suatu bentuk tidak dapat mensyukuri nikmat yang telah diperoleh, sehingga keadaan negeri ini tetap  terpuruk. Sebagaimana firman Allah swt dalam surah Ibrahim 14:7 “Lain syakartum la aziidannakum, wa lain kafartum inna adzaabii la syadied”

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Barangkali kita perlu untuk merenungkan kembali, bagaimana keadaan kita 20-25 tahun silam, dibandingkan dengan saat ini. Tentu sudah banyak perubahan yang dapat kita saksikan, dan hal itu patutlah kita syukuri. Walaupun bisa saja seseorang akan mengatakan bahwa seharusnya kita bisa mencapai lebih jauh lagi, dengan berbagai bumbu apabila ……………..

Kembali ke masalah penyebutan H-x tadi. Kita hanya menemukan hal seperti itu ketika hari raya saja, dan hanya bila terjadi perbedaan 1 Syawal sesuai keyakinan masing-masing pihak. Bagaimanakah halnya dengan negara-negara yang menggunakan kalender Hijriyah [Qomariah] sebagai kalender utamanya, dan kalender Gregorian [Syamsiyah] sebagai kalender sekunder? Seperti Kerajaan Saudi Arabia menyiasatinya, guna memperoleh kepastian. Misalnya membuat janji pertemuan bisnis pada tanggal 1 Syawal 1432 H. Akankah Selasa tanggal 6 Agustus atau Rabu 7 Agustus 2011?

Ternyata, menurut informasi yang ada di salah satu situs suatu organisasi di Jogjakarta yaitu –http://rukyatulhilal.org/visibilitas/indonesia/1432/syawwal/index.html , bahwa kalender Ummul Quro yang diberlakukan untuk non-ibadah, bulan baru Hijriyah didasarkan kepada hisab dengan kriteria bulan terbenam sesudah matahari, diawali ijtimak terlebih dahulu. Suatu solusi yang sangat cerdas, mengingat ilmu hisab saat ini, dengan didukung oleh berbagai perangkat teknologi telah sedemikian maju, dan memungkinkan memberikan ketelitian yang sangat tinggi, sehingga penetapan kapan saat ijtimak, kapan saat matahari tenggelam dan kapan bulan tenggelam dapat dilakukan hingga belasan tahun kedepan, bahkan dalam puluhan tahun ke depan. Tetapi untuk keperluan ibadah [1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah] pemerintah Kerajaan Saudi Arabiah tetap menggunakan cara ru’yatul hilal, yang diikuti juga oleh Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania, Palestina, Libanon dan Sudan. Kalau untuk waktu shalat, sudah full-hisab.

Sangatlah bijaksana bila kita berupaya untuk mengetahui bagaimanakah berbagai negara yang memiliki penduduk muslim di dunia menetapkan awal bulan Hijriyah yang didalamnya mengandung ketentuan suatu kegiatan ibadah [Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah], dan masih dari sumber yang sama, sya mencoba mengurutkannya dan memperoleh sebagai berikut

Menggunakan Rukyat
Mata Telanjang
Namibia, Angola, Zimbabwe, Zambia, Mozambique, Botswana, Swaziland dan Lesotho
Rukyat Hilal Saudi Arabia khusus untuk Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah

Diikuti oleh Qatar, Kuwait, Emirat Arab, Bahrain, Yaman dan Turki, Iraq, Yordania, Palestina, Libanon dan Sudan.

 

Rukyatul Hilal berdasarkan kesaksian Perukyat (Qadi) serta dilakukan pengkajian ulang terhadap hasil rukyat secara ilmiah Banglades, India, Pakistan, Oman, Maroko, Trinidad dan Brunei Darussalam
Mengikuti negara Muslim yang pertama kali berhasil rukyat Kepulauan Karibia
Hisab urfi yang sangat sederhana Jamaah Ahmadiyah, Bohra, Ismailiyah, serta beberapa jamaah (tarekat)
Hisab dengan kriteria umur bulan, ketinggian bulan atau selisih waktu terbenamnya bulan dan matahari Algeria, Turki, Tunisia dan Malaysia
Hisab dengan kriteria bulan terbenam setelah Matahari dengan diawali ijtimak terlebih dahulu (moonset after sunset) Saudi Arabia pada kalender Ummul Qura
Hisab dengan kriteria  bulan terbenam minimal 5 menit setelah matahari terbenam dan terjadi setelah ijtimak Mesir
Hisab, Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam di Makkah dan bulan terbenam sesudah matahari terbenam di Makkah [sama dengan Kalender Ummul Qura] Komunitas muslim di

  • Amerika Utara; dan
  • Eropa (ISNA)
Hisab, Ijtimak Qablal Fajr atau terjadinya ijtimak sebelum fajar Libya
Menunggu berita dari negeri tetangga
  • Selandia Baru mengikuti Australia, dan
  • Suriname mengikuti negara Guyana
Tidak tetap menggunakan satu kriteria dan berganti dari tahun ke tahun Nigeria dan beberapa negara lain

 

 

Bagaimanakah dengan kita yang di Indonesia? Sepertinya ada 3 kelompok, dan di tiap kelompok juga ada sub-kelompok. Beragam sekali. Ada yang dengan rukyat [mata telanjang atau dengan teropong atau produk teknologi lainnya – kelompok Nahdhiyyin dll], ada yang dengan hisab sederhana [sebagaimana yang diikuti oleh berbagai kelompok tarekat – yang di Sumatra Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dll], ada yang dengan hisab dengan berbagai kriteria yang berbeda-beda [Muhammadiyah, Persatuan Islam dan lain-lain].

Kalau kita cermati, di seluruh dunia Islam-pun terjadi evolusi dari cara penentuan bulan baru Hijriyah, yaitu dari yang paling konservatif [seperti pada zaman Rasulullah] sampai yang paling revolusioner, yaitu Libya yang sedang berrevolusi saat ini.

Memang, dengan yang berlaku saat ini di dunia ini bisa terjadi setelah ijtima’ yang terjadi pada saat sebelum matahari tenggelam [katakan 1 detik sebelumnya] – apalagi kalau mengikuti Libya yang ijtima’ sebelum fajar – bisa terjadi di dunia ini hari raya dilaksanakan pada tiga hari yang berbeda. Karena ummat Islam sudah tersebar pada seluruh permukaan bumi ini, pada berbagai garis bujur mulai dari 0 sampai 180 BT dan 180 BB, juga dari 0 [khattulistiwa] sampai mendekati kutub.

Ada suatu usulan Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) yaitu Kriteria Kalender Hijriyah Global Universal Hejri Calendar (UHC) berdasarkan hasil Konferensi Ke-2 Astronomi Islam di Amman Jordania pada tahun 2001. Kalender universal ini membagi wilayah dunia menjadi 2 region sehingga sering disebut Bizonal Hejri Calendar. Zona Timur meliputi  180° BT ~ 20° BB sedangkan Zona Barat meliputi 20° BB ~ Benua Amerika. Adapun kriteria yang digunakan tetap mengacu pada visibilitas hilal (Limit Danjon).

Catatan : Presentasi dengan lingkaran Merah dan Kuning ini
kurang tepat digambarkan dalam bentuk ellips, seharusnya persegi panjang [?],
dan pada perbatasan tersebut insya Allah adalah lautan yang tidak berpenduduk.

 

Hampir pada setiap menjelang Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah sering muncul pertanyaan yang memerlukan penjelasan tentang penentuan awal bulan, dan kiranya hal singkat yang disampaikan ini [yang mengambil dari satu situs di internet] akan dapat sedikit memberikan gambaran secara umum. Tentu bila kita mengkajinya lebih mendalam, dari banyak sumber, akan memperoleh pemahaman yang lebih baik yang kiranya perlu kita ketahui untuk bisa menentukan sikap bagi diri sendiri dan keluarga yang dibawah kepemimpinan kita.

Tidak ada pretensi apapun dari tulisan ini, selain untuk lebih mengenali konstelasi cara penentuan awal bulan Hijriyah yang berkenaan dengan waktu peribadatan kita. Setiap orang memiliki opsi untuk memilih cara yang mana, tetapi sebaiknya dengan pengetahuan dan tidak asal ikut-ikutan saja.

Sangatlah baik bila kita mengetahui berbagai landasan yang digunakan oleh para ahli tersebut, dan seperti sabda Rasulullah saw : “ al-din aql, la dina liman la aqlalah “, Agama adalah manifestasi akal, maka tidak dianggap beragama orang yang tidak berakal. [http://lovely1930.multiply.com/journal/item/25]

Wa Allahu a’lam.

 

Saifuddien Sjaaf Maskoen

RAMADHAN 24

Februari 22, 2013

Konon di salah satu relief yang ada di Al-Azhar, Kairo sana menuliskan salah atu hadist Rasulullah Muhammad saw, yang sangat populer dan sering diucapkan oleh banyak da’i dan juga dihafal oleh banyak diantara kita, yaitu

Inna ma l ‘a’malu binniyat wa inna ma likullimri-in ma nawa
“Works are judged according to intentions
and each person will be rewarded according to his intentions.” –
“Pekerjaan atau apa yang kita lakukan akan dinilai sesuai dengan niatnya,
dan setiap orang akan diberikan imbalan sesuai dengan niatnya tersebut”

Dan bagaimana kita berniat itu? Saya memperoleh contoh dari suatu artikel yang saya terima beberapa hari yang lalu – yang saya lampirkan di bawah ini – bahwa melakukan hal yang sama, bisa memiliki niat yang berbeda. Kita dianjurkan untuk memilih niat yang lebih luas dan yang lebih besar dampaknya. Sama-sama membuat bata, yang satu bilang bikin bata, yang satunya bikin fondasi, dan yang satunya lagi bikin katedral [sesuai dengan budaya penulisnya ya]. Begitu juga dicontohkannya yang lain.

Kalau niatnya sebatas bikin batu bata, ya imbalannya sesuai dengan nilai batu bata. Mungkin begitu ya.

Dan bagaimanakah imbalan itu akan diterima oleh seseorang, firman Allah swt dalam al Quran, QS Asy-Syura 42:20 menjelaskan

مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ

Barang siapa menghendaki imbalan di akhirat akan Kami tambahkan imbalan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki imbalan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya, tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat.

Konon ada yang menjelaskan tentang ayat tersebut, bahwa ada bagian yang disiratkan, yaitu bahwa mereka yang menghendaki imbalan di akhirat akan memperolehnya juga di dunia. Hal itu muncul karena ada anak kalimat tambahan bagi yang menghendaki di dunia “tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat”; sehingga berlaku sebaliknya.

Dan juga ada kegiatan-kegiatan yang biasa kita lakukan, yang sepertinya tidak ada kaitannya dengan apa-apa yang berbau keagamaan, misalnya anda melancong menuju bagian dunia yang lain. Tetapi kegiatan seperti itu, bila kita mengetahui berbagai perintah Allah swt, kita bisa meniatkannya sebagai memenuhi perintah Allah swt untuk berjalan dan bertebaran di muka bumi guna melihat berbagai hal. Sehingga sesuatu yang semula seperti duniawi semata-mata, bisa menjadi suatu kegiatan ukhrawi. Begitu juga, misalnya anda berjualan di pasar dan menimbang barang [murni duniawi], bila anda melakukannya dengan meniatkan memenuhi perintah Allah swt untuk tidak mengurangi timbangan dan takaran, maka akan menjadi ukhrawi juga. Atau mencukupkan tuntutan spesifikasi dari suatu produk. Fastabiqul khairaat. Wa Allahu a’lam.

 

Saifuddien Sjaaf Maskoen

 

Making Bricks or
Building Cathedrals

According to an old parable, three men were working hard cutting stone from large blocks of granite.

When asked what they were doing, the first fellow said, ‘I’m making bricks.’

The second said, ‘I’m creating a foundation for a large building.’

The third person answered, ‘I’m building a cathedral.’

They are doing the exact same job, and all three responses were accurate, but they reveal the huge difference attitude makes. It’s the difference between tolerating or enjoying one’s life, between thinking small or large.

Mindset matters!

Just like the stone cutters, most of us have a habitual or characteristic mental attitude that determines how we experience and interpret situations. It’s pretty clear that the fellow who saw himself playing an important role in building a grand cathedral is much more likely to feel good about his work and his life than the guy who defines his job as making bricks.

A bookkeeper for a school may think of herself as someone who just works with numbers or as part of an enterprise that educates children.

A math teacher can characterize himself as someone who teaches long division, someone who seeks to make all math interesting and understandable, someone who teaches students how to learn difficult concepts, or, larger yet, someone who helps young people develop attitudes and skills that will help them lead worthy and successful lives.

What do you do?

Don’t minimize yourself by just describing the tasks you perform; think big.

There is no job that can’t be meaningful and gratifying, if not because of how it fits into a larger picture of producing human happiness, then at least in terms of the gratification you can feel simply from a job well done.

Written by Michael Josephson

Changing your thinking

If your thoughts could cause things to instantly happen, what kind of thoughts would you think?

If your values and priorities were to be continually manifested in the world around you, what values and priorities would you choose?

The fact is your thoughts, your values and your priorities most certainly have a major influence on the quality of your world and your life. Though you cannot instantly make something appear just by thinking about it, the things that do end up appearing in your life often do so as a result of your thoughts.

Your thoughts directly control your actions, and your actions have a major impact on the reality of your life. When you feed your moments with positive, loving, thankful thoughts, your life and your world cannot help but benefit.

The quickest way to improve your situation is to improve the way you think about it. Though your thoughts will not immediately change anything outside of you, they can immediately change your outlook.

And by adopting an affirmative, creative, grateful outlook on life, you receive a double benefit. Your actions become more focused on creating value and at the same time, they become more effective.

Changing your thinking can indeed change your world. So choose the best thoughts that you can possibly imagine.

By changing your thinking; you change your beliefs.
When you change your beliefs, you change your expectations.
When you change your expectations, you change your attitude.
When you change your attitude, you change your behaviour.
When you change your behaviour, you change your performance.
When you change your performance, you change your life!

With thanks to JKannan Kannan for sharing this story